MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM
PADA MASA KHULAFAUR ROSYIDIN
Di Susun oleh :
Hidayatur Rohman
Pembimbing
H. Ali Mas’ad, M.Pd.I
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH TARUNA
SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada kita
semua untuk dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan sebaik-baiknya
untuk memenuhi tugas Sejarah Peradaban Islam.
Juga tidak lupa teriring salam dan sholawat kehadirat Rasulullah SAW yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang yaitu
Addinul Islam.Memberikan pencerahan pada setiap hati manusia untuk berfikir
menyaksikan kekuasaan Illahi Robbi yang memiliki tingkat keilmuan yang maha
tinggi.
Terima kasih kami haturkan kepada bapak dosen yang telah memberikan dorongan
serta motifasi keilmuannya dalam membimbing dan memberikan dorongan dalam
pembuatan makalah ini.Dan tidak lupa diucapkan terima kasih kepada semua
anggota yang telah mencurahkan segala kemampuannya demi tersusunnya makalah
ini.
Penyusunan makalah ini salah satunya bertujuan untuk menjaga kemurnian
kebudayaan islam dan spiritualnya atas berbagai bangsa yang telah tercemari
oleh buku-buku yang tersedia dalam bahasa inggris yang ditulis oleh para
penulis Eropa.
Tujuan islam tidak pernah mengajarkan pada ancaman kekerasan seperti yang
diduga keras oleh para orientalis.Islam mengajarkan pada keluhuran akhlaq yang
diterapkan oleh para pemimpin setelah Rasulullah
SAW.Kebijakan,kearifan,keadilan yang menjadi sifat para pemimpin terdahulu
patut untuk kita tiru teladannya.
Dengan adanya makalah ini semoga dapat sedikit memberikan informasi dan
pemahaman teladan para pemimpin terdahulu yang bisa diterapkan pada kehidupan
sekarang ini.Agar bisa menjadi islam yang tumbuh subur sehingga menjadi
generasi yang cakap,cerdas serta berakhlaq mulia,berguna bagi nusa,bangsa dan
agama.Semoga Allah menerima upaya sederhana ini.Semoga para pembaca dapat
memberikan sedikit saran dan kritik untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan
bagi penyusunan makalah selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
BAB
II : PEMBAHASAN
A. Pengertian
Khulafaurasyidin
B. Khalifah
Abu Bakar Ash Sidiq
C. Khalifah
Umar Ibn Al-Khatab
D. Khalifah
Usman Ibn Affan
E. Khalifah
Ali Ibn Abi Thalib
BAB
III : PENUTUP KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ketika islam diperkenalkan sebagai pola
dasar, kaum Muslimah telah dijanjikan oleh Al – Quran akan menjadi komunitas
terbaik dipanggung sejarah bagi sesama umat manusia lainnya. Akibatnya
diterimanya dorongan ajaran seperti ini , secara tidak langsung telah
memberikan produk pandangan bagi mereka sendiri untuk melakukan permainan budaya
sebaik mungkin.
Terdapat banyak perspektif dalam membaca
banyak fakta sejarah , terutama terhadap sejarah peradaban umat Islam.
Perbedaan cara pandang tersebut sebagai akibat dari khazanah pengetahuan
tentang sejarah yang berbeda. Hal itu dipicu dari keberagaman teori sejarah.
Lebih–lebih sejarah islam yang sebagian besar adalah sejarah tentang polotik
dan kekuasaan yang berujung pada kepentingan kelompok maupun individual semata.
Pemimpin memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kelompok, masyarakat,
berbangsa dan bernegara. Suatu komunitas masyarakat, bangsa dan Negara tidak
akan maju,aman dan terarah jika tidak adanya pemimpin. Maka pemimpin menjadi
kunci keberhasilkan dalam suatu komunitas masyarakat. Pemimpin yang mampu
memberi rasa aman, temtram, mampu mewujudkan keinginan rakyatnya. Maka dianggap
sebagai pemimpin yang sukses. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang
dicintai oleh yang dipimpinnya, sehingga pikirannya selalu didukung,
perintahnya selalu di ikuti dan rakyat membelanya tanpa diminta terlebih
dahulu. Figur kepemimnan yang mendekati penjelasan tersebut adalah Rasulullah
beserta para sahabatnya (khulafaur Rasyidin).
Wafatnya nabi Muhammad sebagai pemipin
agama maupun Negara menyisahkan persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat
kepada seorangpun sebagai penerusnya. Akibatnya, para sahabat mempermasalahkan
dan saling berusaha untuk mengajukan calon pilihan dari kelompoknya. Ahmad Amin
mencatat sedikitnya ada 3 kelompok yang berkeinginan menjadi penerus Nabi,
yaitu
a. Kelompok
atau golongan mencalonkan Ali Bin Abi Tholib, dikarenakanYang paling berhak
adalah para ahl-bait Rasulullah sendiri.
b. Kelompok
atau golongan Anshar mencalonkan Saad bin Ubadah, dikarenakan Golongan anshar
merupakan golongan penolong Nabiteraniaya di Makkah dan beliau pun meninggal
dalam keadaan puas terhadap Anshar.
c. Kelompok
atau golongan Kaum Muhajirin mencalonkan Abubakar as-shidiq, dikarenakan Kaum
Muhajirin merupakan kaum yang pertama mempercayai ajaran Nabi dan selalu
menemani beliau dalam suka dan duka
Perselisihan
tersebut berdampak pada tertundanya pemakaman Rasullah serta terjadinya
peristiwa saqifa,dimana Abu bakar di baiat sebagai penerus Nabi . Masa khulafa’
al-Rasyidun merupakan nama keemasan, zaman ideal, di mana pemerintahan
dijalankan seperti halnya pemerintahan masa Nabi. Indikator yang dapat di lihat
adalah:
1. Pembentukannya
dengan suara rakyat
2. Pemerintahan
dijalankan dengan musyawarah
3. Kedaulatan
Hukum Ilahi diaplikasikan dalam kehidupan bernegara, sehingga terdapat
keyakinan bahwa segala gerak gerik dipertanggung jawabkan kepada Allah.
4. Kekuasaan
Negara tidak didominasi oleh satu kelompok ataupun golongan.
Selain
mampu menciptakan tatanan pemerintahan yang ideal, masa khulaf’ al rasyidun
terkenal dengan kemampuanya mengalahkan dua imperium besar sebelumnya yaitu
Persia dan Roma.
Masing-masing khalifah memiliki kekhasan dalam memerintah umat Islam.Mereka
berusaha keras melanjutkan dakwah Nabi ke seluruh alam. Pentingnya mempelajari
sejarah ini agar mahasiswa dapat memperoleh banyak pelajaran hidup dari
pengalaman Rasulullah dan Khulafaurrasyidin. Sehingga nantinya mahasiswa
tidak akan melakukan kesalahan serupa yang pernah dilakukan para sahabat ketika
mahasiswa menjadi pemimpin.
B. Rumusan
Masalah
1. Jelaskan
pengertian khulafaur Rosyidin ?
2. Bagaimana
Perdaban Islam Pada Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq ?
3. Bagaimana
Perdaban Islam Pada Masa Pemerintahan Umar Ibn Khatab ?
4. Bagaimana
Perdaban Islam Pada Masa Pemerintahan Ustman Ibn Affan ?
5. Bagaimana
Perdaban Islam Pada Masa Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib ?
C. TUJUAN
1. Agar
dapat memahami pengertian Khulafaur Rosyidin.
2. Agar
dapat memahami Perdaban Islam Pada Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq.
3. Agar
dapat memahami Perdaban Islam Pada Masa Pemerintahan Umar Ibn Khatab.
4. Agar
dapat memahami Perdaban Islam Pada Masa Pemerintahan Ustman Bin Affan.
5. Agar
dapat memahami Perdaban Islam Pada Masa Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KHULAFAURASYIDIN
Menurut bahasa, Khalifah (خليفة
Khalīfah) merupakan mashdar dari fi’il madhi khalafa , yang berarti :
menggantikan atau menempati tempatnya. Menurut istilah adalah gelar yang
diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW
(570–632). Kata "Khalifah" sendiri dapat diterjemahkan sebagai "pengganti"
atau "perwakilan". Dalam Al-Qur'an, manusia secara umum merupakan
khalifah Allah di muka bumi untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta
isinya. Sedangkan khalifah secara khusus maksudnya adalah pengganti Nabi
Muhammad saw sebagai Imam umatnya, dan secara kondisional juga menggantikannya
sebagai penguasa sebuah edentitas kedaulatan Islam (negara). Sebagaimana
diketahui bahwa Muhammad saw selain sebagai Nabi dan Rasul juga sebagai Imam,
Penguasa, Panglima Perang, dan lain
sebagainya.[1]
Khulafaur Rasyidin merupakan pemimpin
umat Islam dari kalangan sahabat pasca Nabi wafat. Mereka merupakan pemimpin
yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis.
Siapa yang terpilih, maka sahabat yang lain memberikan baiat (sumpah
setia) pada calon yang terpilih tersebut. Ada dua cara dalam pemilihan
khalifah ini , yaitu : pertama, secara musyawarah oleh para sahabat Nabi.
Kedua, berdasarkan atas penunjukan khalifah sebelumnya.
B. KHALIFAH
ABU BAKAR ASH- SHIDDIQ ( TAHUN 11 H- 13 H/632 M- 634 M)
a. Latar
Belakang Kehidupan Abu Bakar Ash-Shidiq
Abu Bakar Ash- Shidddiq ( nama
lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud bin
Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At- Taimi Al- Quraisy).
Dilahirkan pada tahun 573 M. Ayahnya bernama Utsman ( Abu Kuhafah) bin Amir bin
Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Lu’ay, berasal dari suku Quraisy, sedangkan ibunya
bernama Ummu Al- Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin
Murrah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad. [2]
Abu Bakar adalah nama gelar sedang nama
aslinya Abdullah Ibn Abu Kuhafah, lalu ia mendapat gelar Al-Shiddiq setelah
masuk agama islam. Semenjak masa kanak-kanak, ia adalah sosok pribadi yang
terkenal jujur, tulus, penyayang dan suka beramal, sehingga masyarakat mekah
menaruh hormat kepadanya. Ia selalu berbuat yang terbaik untuk menolong fakir
miskin. [3]
Abu Bakar merupakan orang yang pertama
masuk Islam ketika Islam mulai didakwakan. Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam
tidak diragukan lagi. Abu Bakar juga merupakan seorang yang jernih
tabi’atnya, persahabatan dan kepercayaannya yang kekal kepada kenabian Nabi
Muhammad SAW menjadi sebuah tanda bukti ketulusan hatinya.[4]
Abu bakar adalah sahabat yang terpercaya
dan dikagumi oleh Nabi. Ia pemuda yang pertama kali menerima seruan Nabi tanpa
banyak pertimbangan. Seluruh kehidupannya dicurahkan untuk perjuangan suci
membela dakwah Nabi Muhammad, sehingga ia lebih dicintai oleh Nabi dari para
sahabat lainnya. Demikian juga Nabi sangat menyayanginya sehingga nabi
menunjuknya sebagai imam shalat penggangti nabi.[5]
b. Pengangkatan
Sebagai Khalifah
Sampai akhir hayat, Nabi Tidak menunjuk
seseorang sebagai khalifah. Pada saat jenazah Nabi belum dimakamkan di antara
umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat- cepat memikirkan pengganti Nabi.
Itulah perselisihan pertama terjadi pasca Nabi wafat. Perselisihan tersebut
berlanjut ke perselisihan kedua di Saqifa Bani Sa’idah[6],
pada saat kaum Anshar menuntut diadakannya pemilihan khalifah. Sikap kaum
Anshar ini menunujukkan bahwa kaum Anshar lebih memiliki rasa kepedulian dalam
hal berpolitik dibandingkan dengan kaum Muhajirin.
Dalam pertemuan tersebut, sebelum kaum
Muhajirin datang, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubadah,
sebagai pengganti Rasul. Akan tetapi suku Aus belum menjawab atas pandangan
tersebut sehingga terjadilah perdebatan antara mereka dan pada akhirnya
Salad bin Ubadah yang tidak menginginkan adanya perpecahan mengatakan bahwa ini
merupakan awal dari perpecahan. Melihat situasi yang memanas, Abu Ubaidah
mengajak kaum Anshar agar bersikap tenang dan toleran, kemudian Basyir bin
Sa’ad Abi An Nu’man bin Basyir berpidato dengan mengatakan agar tidak
memperpanjang masalah ini. Keadaan yang sudah tenang ini, Abu Bakar berpidato ,
“ Ini Umar dan Abu Ubaidah, siapa yang kamu kehendaki di antara mereka berdua,
maka bai’atlah.[7]
Baik Umar maupun Abu Ubaidah merasa
keberatan atas ucapan Abu Bakar dengan mempertimbangkan berbagai alasan,
diantaranya adalah ditunjukinya Abu Bakar sebagai pengganti rasul dalam imam
shalat dan ini membuat Abu bakar lebih berhak menjadi pengganti Rasulullah SAW.
Sebelum keduanya membai’at Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad mendahuluinya, kemudian
Umar dan Abu Ubaidah dan diikuti secara serentak oleh semua hadirin.
c. Peran
dan Fungsi Abu Bakar
Sepak terjang pola pemerintahan Abu
Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika ia diangkat menjadi khalifah.
Secara lengkap isi pidatonya sebagai berikut :
“ Wahai manusia, sungguh aku telah
memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik di
antara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, dan
jika aku salah, luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepearcayaan, dan
kedustaan adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kamu adalah
orang kuat bagiku sampai aku memenuhi hak- haknya, dan orang kuat di antara
kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah
salah seorang dari kamu meninggalkan Jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak
memenuhi panggilan jihad maka Allah akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan.
Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasulnya, jika aku
tidak menaati Allah dan Rasul Nya, sekali- kali janganlah kamu menaatiku.
Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kamu.” [8]
Ucapan pertama ketika dibai’at
menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan
antara lain :
a. Kebijaksanaan
pengurusan terhadap agama
Pada
awal pemerintahannya ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari umat Islam
sendiri yang menentang kepemimpinannya yakni
mereka yang belum cukup imannya tampil sebagai penentang demikian juga
kaum yahudi dan Kristen. Di antara perbuatan makar tersebut ialah timbulnya
orang- orang yang murtad, orang- orang yang tidak mau membayar zakat, orang-
orang yang mengaku menjadi nabi, dan pemberontakan dari beberapa kabilah.[9]
b. Kebijaksanaan
Kenegaraan
Diantara
kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan antara lain :
1) Bidang
Eksekutif
Untuk pelaksanaan tugas- tugas
eksekutif, Abu Bakar melakukan pembagian kekuasaan di kalangan sahabat senior,
Abu Bakar mengangkat tiga orang sahabat yaitu : Ali , Usman dan Zaid bin Tsabit
sebagai sekretaris Negara (Katib) yang berkedudukan di kota Madinah. Untuk
memegang keuangan Negara, Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah sebagai Bendahara.
Sedangkan untuk jabatan hakim agung diserahkan kepada ‘Umar ibn Al Khattab,
sementara dalam membantu khalifah memutuskan urusan- urusan kenegaraan, Abu
Bakar juga membentuk Majelis Syura yang terdiri dari ‘Umar, Usman, Ali, Abd al
– Rahman ibn ‘Awf, Mu’adz ibn Jabal, Ubay ibn Ka’b dan Zaid bin Tsabit.[10]
2) Pertahanan
dan Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan- pasukan
yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan
itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di
antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah,, Amr bin
‘Ash, Zaid bin Sufyan dan lain- lain.
3) Yudikatif
Fungsi
kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan Abu
Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan, hal ini
karena kemampuan dan sifat Umar sendiri dan masyarakat pada waktu itu dikenal
‘alim
4) Sosial
ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al Mal.
Di dalamnya dikelola harta benda yang di dapat dari zakat, infak, shadaqah,
ghanimah dan lain- lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai
Negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.
Pada masa Abu Bakar ini, bagi orang yang
enggan enggan dan membangkang dalam membayar dapat dihukum dengan denda, bahkan
dapat diperangi dan dibunuh. Hal ini dilakukan oleh Abu Bakar sepeninggal
Rasulullah SAW, karena banyak suku Arab yang tidak mau membayar zakat dan hanya
mau mengerjakan shalat. Abu Bakar pernah menyatakan, “ Demi Allah, Saya akan
memerangi siapapun yang membeda- bedakan zakat dan shalat “.[11]
d. Penyebaran
Islam pada Masa Abu Bakar
Setelah pergolakan dalam negeri berhasil
dipadamkan (terutama memerangi orang- orang murtad), khalifah Abu Bakar
menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang selalu berkeinginan menghancurkan
eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar mengirim tentara Islam di
bawah pimpinan Khalid bin walid dan Mutsanna bin Haritsah dan berhasil merebut
beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan Persia. Adapun untuk menghadapi
Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik yaitu, Amr bin al Ash di
front palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front damaskus, Abu Ubaidah di front
Hims dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini
kemudian dibantu oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Siria.[12]
e. Penilaian
terhadap Khalifah Abu Bakar
Berdasarkan pengalaman, Abu Bakar menggaris bawahi
bahwa jabatan khalifah merupakan masalah yang cukup rawan dan sangat krusial.
Keretakan sesame muslim, munculnya gerakkan nabi-nabi palsu, dan gerakkan pembangkang
sempat mengancam eksistensi negeri islam yang baru saja berdiri dan mengganggu
kedamaian imperium islam. Dengan sepenuh jiwa Abu Bakar telah berhasil memadamkan
gerakkan islam tersebut. Abu Bakar tidak hanya berhasil menyelamatkan islam
dari situasi anarkis didalam negeri, melainkan berhasil menjadikan islam
sebagai agama besar dunia melaluim sikapnya mengalihkan perhatian kepada upaya
penaklukan yang membawa kemenangan gemilang beberapa wilayah perbatasan imperium
Bizantium.[13]
Abu
bakar adalah sahabat sejati Nabi Muhammad memilih keyakinan terhadap Nabi
Muhammad menanggung segala penderitaan dan kekejaman pihak musuh islam, dan
selalu siap memikul beban derita apapun demi tegakknya perjuangan Islam. Kunci
Keteguhan Abu Bakar terletak pada keyakinannya kepada kebesaran Nabi Muhammad .
“Jangan panggil aku khalifah Allah, tapi panggillah aku Khalifah Rasulullah”,
ungkapnya, ia adalah orang pertama yang
berusaha mengumpulakan ayat-ayat Al-quran dalam sebuah mushaf. Ia sangat penyayang
kepada fakir miskin. Oleh karena itu ia menggunakan seluruh kekayaannya untuk menolong
mereka.[14]
Faktor keberhasilan Abu Bakar yang lain
adalah dalam membangun pranata social di bidang politik dan pertahanan
keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya, yaitu
memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh- tokoh sahabat untuk ikut
membicarakan berbagai masalah sebelum mengambil keputusan melalui forum
musyawarah sebagai lembaga legislative.
f. Peradaban
Pada Masa Abu Bakar
Bentuk
peradaban yang paling besar pada masa Khalifah Abu Bakar antara lain :
a) Penghimpunan
Al Quran, Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-
Quran dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin
b) Dalam
bidang pranata social ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
social rakyat dengan cara mengelola zakat, infak dan sedekah yang berasal dari
kaum muslimin.
Abu
Bakar menjalankankan roda pemerintahannya selama lebih kurang 2 Tahun.
c) Praktik
pemerintahan Khalifah Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi
kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk
menggantikannya.
C. KHALIFAH
UMAR IBN AL- KHATTAB (TAHUN 13 H- 23 H/634 M- 644 M)
a. Latar
Belakang Kehidupan Umar ibn Al- Khattab
Umar ibn Al- Khattab yang memiliki nama
lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin
Qart bin Razail bin ‘adi bin Ka’ab bin lu’ay adalah khalifah kedua yang
menggantikan Abu Bakar Ash- Shiddiq. Dia adalah salah seorang sahabat terbesar
sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW.
Kebesarannya terletak pada
keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang bijaksana, maupun sebagai Mujtahid
yang ahli dalam membangun Negara besar yang ditegakkan atas prinsip- prinsip
keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Umar ibn Al- Khattab dilahirkan di
Mekkah pada 513 H dari keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat. Ia
lahir empat tahun sebelum terjadinya perang Fijar dan tiga belas tahun lebih
muda dari Nabi Muhammad SAW. Sebelum masuk Islam, Umar termasuk di antara kaum
Kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang- orang yang sudah masuk Islam
dengan gelar Abu Hafs. Setelah Umar masuk islam, dia menjadi salah seorang yang
gigih dan setia membela Islam ia menerima gelar al-Faruq.[15]
b. Pengabdian
Umar sebelum menjadi khalifah
Umar sama sekali tidak mengambil bagian dalam
hijarah pertama ke Abessinia, karena pada saat itu ia belum memeluk islam.namun
pada kesempatan hijrah ke madinah umarlah yang mengawal 20 muhajirin ke madinah.
Selama dimadinah umar selalu aktif membantu perjuangan nabi baik dalam suka maupun
duka. Ia turut berjuang dalam perang Badar, Uhud, Khandaq, dan turut menyertai
Nabi dalam perjanjian Hudaibiyah. Pada awalnya ia tidak menerima perjanjian
tersebut yang dirasakan merugikkan pihak islam. Namun padaa akhirnya ia menerima
perjanjian tersebut setelah Nabi menjelaskan perkenan Tuhan melalui wahyu yang
diterima Nabi. Setelah Nabi meninggal dunia, ia bersama dengan abu bakar hadir
dipertemuan Bani Sa’idah, tempat tokoh-tokoh Anshor menyelenggarakan musyawarah
memilih pengganti kepemimpinan islam. Ketika sampai pada puncak pengambilan
keputusan , Umarlah yang pertama kali membaiat kepemimpinan Abu Bakar Sebagai khalifah
pertama dan selalu mendukung kebijaksanaannya dalam masa pemerintahan Abu
Bakar.
Setelah Abu Bakar meninggal, Umar menggantikan
jabatan khalifah islam dan meneruskan kebijakkan-kebijakkan yang sebelumnya
telah ditempuh oleh Khalifah Abu Bakar. Dalam waktu yang tidak lama Umar
berhasil menundukkan kekuasaan imperium Persia dan Romawi menjadi bagian dari
kekuasaan islam.[16]
c. Pengangkatan
Umar ibn Al- Khattab Sebagai Khalfah
Abu Bakar sebelum meninggal pada tahun
634 M/ 13 H, menunjuk Umar ibn Al Khattab sebagai penggantinya. Kendatipun hal
ini merupakan perbuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tapi nampaknya
ada beberapa factor dalam penunjukan ini antara lain :
a. Kehawatiran
peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret
ke perpecahan.
b. Kaum
Anshar dan kaum Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi
Khalifah
c. Kaum
Islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang. [17]
Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang
dilakukan disaat ia mendadak sakit pada masa jabatannya merupakan suatu yang
baru, tetapi harus dicatat bahwa penunujukan itu dilakukan dalam bentuk
rekomendasi atau saran yang diserahkan pada persetujuan umat.
Abu Bakar telah memanggil
Abdur-Rahman bin Auf dan ia menanyakan tentang Umar. "Dialah yang
mempunyai pandangan terbaik, tetapi dia terlalu keras," kata Abdur-Rahman.
" Setelah Abdur-Rahman keluar ia memanggil Usman bin Affan dan
ditanyanya tentang Umar. "Semoga Allah telah memberi pengetahuan kepada
saya tentang dia," kata Usman, "bahwa isi hatinya lebih baik dari
lahirnya. Tak ada orang yang seperti dia di kalangan kita." Setelah itu
Abu Bakr meminta pendapat Sa'id bin Zaid dan beberapa orang sahabat Nabi
ketika mendengar saran-saran Abu Bakar mengenai pe-nunjukan Umar sebagai
khalifah. Ia merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang
bijaksana di kalangan Muslimin, terutama setelah ada pihak yang menentang, dari
dalam kamar di rumahnya itu Abu Bakr menjenguk kepada orang-orang yang ada di
Masjid, dan berkata kepada mereka: "Setujukah kalian dengan orang yang
dicalonkan menjadi pemimpin kalian? Saya sudah berijtihad menurut pendapat saya
dan tidak saya mengangkat seorang kerabat. Yang saya tunjuk menjadi pengganti
adalah Umar bin Khattab. Patuhi dan taatilah dia!" Mereka menjawab:
"Kami patuh dan taat." Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya
berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang ter-baik untuk
mereka .[18]
Setelah dilantik menjadi khalifah, ‘Umar
berpidato di hadapan umat Islam untuk menjelaskan visi politik dan arah
kebijakan yang akan dilaksanakan dalam memimpin kaum muslimin, dalam pidatonya
berbunyi :
“Aku telah dipilih menjadi Khalifah.
Kerendah hatian Abu Bakar sejalan dengan jiwanya yang terbaik di antara kalian
dan lebih kuat terhadap kalian serta juga lebih mampu memikul urusan- urusan
kamu yang penting. Aku diangkat untuk menjadi Khalifah tidak sama dengan
beliau. Seandainya aku tahu ada orang yang lebih kuat untuk memikul jabatan ini
dari padaku, maka aku lebih suka memilih memberikan leherku untuk dipenggal
daripada memikul jabatan ini. [19]
d. Ekspansi
Islam Masa Pemerintahan Kahalifah Umar ibn Al- Khattab
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar
(13 H/ 634 M- 23 H/ 644 M ), sebagian besar ditandai oleh penaklukan-
penaklukan untuk melebarkan Islam ke luar Arab. Sejarah mencatat, Umar telah
berhasil membebaskan negeri- negeri jajahan Imperium Romawi dan Persia yang
dimulai dari awal pemerintahannya, bahkan sejak pemerintahan sebelumnya. Segala
tindakan yang dilakukan untuk menghadapi dua kekuatan itu jelas bukan hanya
menyangkut kepentingan keagamaan saja, namun juga untuk kepentingan politik.
Faktor-
faktor yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan Romawi
dan Persia antara lain :
a. Bangsa
Romawi dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam
b. Semenjak
Islam masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha menghancurkan Islam
c. Bangsa
Romawi dan Persia sebagai Negara yang subur dan terkenal dengan kemakmurannya,
tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan negeri- negeri Arab.
d. Bangsa
Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku- suku Badui untuk menentang
Islam.
e. Letak
geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat strategis untuk kepentingan
keamanan dan pertahanan islam.
e. Umar
ibn Khattab : Madinah Sebagai Negara Adikuasa
Semenjak penaklukan Persia dan romawi ,
pemerintahan Islam menjadi adikuasa dunia yang memiliki wilayah kekuasaan luas
meliputi, semenanjung Arabia, palestina, Siria, Irak, Persia, dan Mesir.
Umar ibn Al- Khattab yang dikenal sebagai
negarawan, administrator terampil dan pandai, dan seorang pembaharu membuat
berbagai kebijakan mengenai pengelolaan wilayah kekuasaan yang luas, ia menata
struktur kekuasaan dan administrasi pemerintahan Negara Madinah berdasarkan
semangat Demokrasi.
f. Peradaban
pada masa Khalifah Umar
Peradaban
yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administrative pemerintahan,
peperangan, dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah
Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku samapai sekarang
adalah sebagai berikut : [20]
1. Kedudukan
lembaga peradilan ( wajib di tengah- tengah masyarakat )
2. Memahami
kasus persoalan, baru memutuskannya
3. Samakan
pandangan anda kepada kedua belah pihak, dan berlaku adillah.
4. Kewajiban
pembuktian
5. Lembaga
damai
6. Penundaan
persidangan
7. Kebenaran
dan keadilan adalah masalah universal
8. Kewajiban
menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis.
9. Orang
Islam haruslah berlaku adil
10. Larangan
bersidang ketika emosional.
Khalifah
Umar bin Khattab menjalankankan roda pemerintahannya selama lebih kurang 10
Tahun.
g. Wafat
Khalifah Umar
Setelah
menjalankan pemerintahan selama sepuluh tahun yang penuh dengan kejayaan,
khalifah Umar meninggal sebab kekejaman tangan seorang budak Persia yang bernama
“Abu Lukluk” pada tahun 23 H/ 643 M. menurut Amir Ali,kematian Khalifah Umar merupakan
duka besar bagi islam. Sungguh watak kepemimpinan Khalifah Umar yang sangat
keras namun juga bijaksana cocok sebagai figure pemimpin bangsa Arab yang
berwatak susah diatur. Ia tegak bagaikan benteng yang melindungi rakyatnya dari setiap serangan musuh.
Sepeninggalan umar, kekuatan yang pernah mengancam kesatuan muslim muncul kembali
seperti timbulnya paham kesukuan atau tribalisme dan beberapa kebiasan tak bermoral
suku-suku badui mulai muncul kembali.[21]
D. KHALIFAH
UTSMAN BIN AFFAN ( TAHUN 23 H- 35 H/ 644 M- 656 M )
1. Latar
Belakang Kehidupan Utsman Bin Affan
Nama beliau adalah
Utsman bin 'Affan bin Abil 'Ash bin
Umayyah bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf
bin Qusyai bin Kilab. Beliau menisbatkan
dirinya kepada bani Umayyah, salah satu
kabilah Quraisy. Beliau dilahirkan pada tahun 576 M di
Mekah. Beliau tumbuh diatas akhlak yang
mulia dan perangai yang baik. Beliau sangat
pemalu, bersih jiwa dan suci lisannya,
sangat sopan santun, pendiam dan tidak
pernah menyakiti orang lain. Beliau suka
ketenangan dan tidak suka keramaian/kegaduhan,
perselisihan, teriakan keras. Dan beliau rela
mengorbankan nyawanya demi untuk menjauhi hal-hal
tersebut. Dan karena kebaikan akhlak dan
mu'amalahnya, beliau dicintai oleh Quraisy,
hingga merekapun menjadikannya sebagai perumpamaan. Dari sini Imam
Asy-S ya'bi mengatakan : "Dahulu Utsman
sangat dicintai oleh orang-orang Quraisy, mereka
menjadikannya sebagai suri taudalan, mereka
memuliakannya. Sampai-sampai para ibu dari
kalangan orang-orang Arab, jika menghibur
anaknya, dia mengatakan : Demi Allah yang Maha Penyayang, aku
mencintaimu seperti kecintaan Quraisy kepada Utsman . [22]
Ibu Khalifah Utsman bin Affan adalah
Urwy bin Kuriz bin Rabiah. Utsman bin Affan masuk Islam pada usia 30 tahun atas
ajakan Abu Bakar. Sesaat setelah masuk Islam, ia sempat mendapatkan siksaan
dari pamannya, Hakam bin Abil Ash. Ia dijuluki dzun nurain, karena menikahi dua
putri Rasulullah SAW secara berurutan setelah yang satu meninggal, yakni
Ruqayyah dan Ummu Kalsum.
2. Pengangkatan
Khalifah Usman bin Affan
Panitia pemilihan Khalifah, memilih
Usman menjadi Khalifah ketiga menggantikan Umar bin Khattab. Pemerintahan Usman
bi Affan ini berlangsung dari tahun 644 sampai 656 M. ketika Usman dipilih,
Usman telah tua ( 70 tahun) dengan kepribadian yang agak lemah.
Dalam Pidato pelantikan (inaugural
speech) dari khalifah terpilih Utsman bin Affan ra, setelah beliau dibai’at
adalah sebagai berikut :
“ Amma ba’du, sesungguhnya, tugas ini
telah dipikulkan kepadaku dan aku telah menerimanya, dan sesungguhnya aku
adalah muttabi’ (pengikut sunnah Rasulullah SAW) dan bukannya seorang mubtadi’
(seorang yang berbuat bid’ah). Ketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku
mengenai selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi Nya, yaitu mengikuti apa yang telah
dilakukan oleh orang- orang sebelumku dalam hal- hal yang kamu sekalian telah
bersepakat dan telah kamu jadikan sebagai kebiasaan, membuat kebiasaan baru
yang layak bagi ahli kebajukan dalam hal- hal yang belum kamu jadikan sebagai
kebiasaan, dan mencegah diriku dari bertindak atas kamu kecuali dalam hal- hal
yang kamu sendiri telah menyebabkannya. “ [23]
Kelemahan ini dipergunakan oleh orang-
orang di sekitarnya untk mengejar keuntungan pribadi, kemewahan dan kekayaan.
Hal ini dimanfaatkan terutama oleh keluarganya sendiri dari golongan Umayyah.
Banyak pangkat- pangkat tinggi dan jabatan- jabatn penting dikuasai oleh
familinya. Pelaksanaan pemerintahan seperti ini, dalam bahasa orang sekarang
disebut nepotisme (kecenderungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak
saudara (keluarga sendiri ).
3. Visi
dan Misi Khalifah Utsman bin Affan
Dalam
pidato pelantikan Utsman bin Affan tergambar bahwa beliau adalah sebagai
seorang Sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang corak
politik, dalam pidato itu Usman mengingatkan beberapa hal penting : [24]
a. Agar
umat Islam selalu berbuat baik sebagai bekal ke hari akhirat.
b. Agar
umat Islam tidak terpedaya dengan kemewahan dunia.
c. Agar
umat Islam mau mengambil iktibar dari masa lalu, mengambil yang baik dan
menjauhkan yang buruk.
d. Sebagai
Khalifah ia akan menjalankan perintah Al Quran dan Sunnah.
e. Ia
akan melakukan apa yang telah dilakukan pendahulunya
f. Umat
Islam boleh mengkritiknya jika ia menyimpang dari ketetntuan hokum.
g. Penyebaran
Islam pada Masa Khalifah Utsman Bin Affan
Pada
masa pemerintahannya perluasan daerah Islam diteruskan ke Barat sampai Maroko,
ke timur menuju India dan ke Utara bergerak ke arah konstantinopel. Pada
umumnya perluasan wilayah Islam ini dilakukan karena memenuhi kehendak
jenderal- jenderalnya.
Namun
pada saat Utsman bin Affan menjabat sebagai Khalifah Utsman dituduh oleh sebahagian
sahabat telah mengangkat familinya untuk menduduki jabatan- jabatan istana.
Pemberontakan dimulai di Mesir, kemudian orang- orang yang sudah terbakar
emosinya datang ke Madinah, tempat tinggal Khalifah. Ia dikepung di rumahnya,
karena menolak untuk menyerah maka ia dibunuh oleh salah seorang pengacau,
peristiwa itu terjadi pada tahun 656 H, kemudian dipilihlah penggantinya yang
akhirnya dipegang oleh Ali bin Abi Thalib.[25]
4. Sebab-sebab
Pemberontakkan
Sebab-sebab
terjadinya pemberontakkan yang berakhir dengan terbunuhnya khalifah Usman dapat
teliti dari berbagai segi. Pertama, bahwa ditengah-tengah mayarakat terdapat
sejumlah kelompok yang memeluk islam dengan tidak sepenuh kesadaran melainkan
demi kepentingan-kepentigan tertentu seperti Abdullah Ibn Saba’, orang yaman
yang semula pengikut agama yahudi. Mereka ini menyebarkan hasutan terhadap Usman.
Setelah berpindah dari Bashrah, Kufah lalu ke Syiria, ia berhasil menyebar isu
jahatnya, lalu ia berpindah ke mesir untuk tujuan yang sama. Keberhasilan
propaganda jahat Abdullah Ibn Saba’ membuat jumlah kekuatan pemberontak semakin
bertambah banyak. Mereka sebagian besar terdiri dari bangsa-bangsa lain yang semula
penentang pertempuran. Mereka ini sebenarnya masih menyimpan kebencian dan permusuhan
terhadap islam. Mereka mengambil kesempatan kacau ini dan bergabung dengan kaum
pemberontak.
Kedua, bahwa persaingan dan permusuhan antara
keluarga Hasyim dan keluarga Umayyah turut memperlemah kekuatan Usman dan menjadi
sebab utama kegagalan Usman di akhir masa pemerintahannya
Ketiga,
lemahnya karakter kepemimpinan Usman turut juga menyokong kegagalannya,
khususnya dalam menghadapi gejolak pemberontakkan. Bahwa Usman adalah Pribadi
yang sederhana, saleh, dan berhati lemah lembut. Sifat sederhana dan sikap lemah
lembut sangat tidak sesuai dalam urusan politik dan pemerintahan, lebih-lebih
dari kondisi yang kritis. Pada kondisi yang demikian diperlukan ketegasan sikap
untuk menegakkan stabilitas pemerintahan. Sikap seperti ini tidak dimiliki oleh
Usman. Ia adalah figure yang terlalu baik yang tidak mudah menerima
laporan-laporan bahwa pihak-pihak musuh telah menghasutnya dan merusak
stabilitas Negara.[26]
5. Peradaban
pada masa Khalifah Utsman bin Affan
Di antara jasa- jasa Usman Bin Affan
yang lain adalah tindakannya untuk menyalin dan membuat Al- Quran standar, yang
di dalam kepustakaan disebut dengan kodifikasi al Quran.[27]
Standarisasi Al Quran perlu diadakan,
karena pada masa pemerintahannya wilayah Islam telah sangat luas dan didiami
oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa dan dialek yang tidak sama.
Karena itu, di kalangan pemeluk agama Islam terjadi perbedaan ungkapan
dan ucapan tentang ayat- ayat al quran yang disebarkan melalui hafalan.
Perbedaan cara mengucapkan itu menimbulkan perbedaan arti. Berita tentang ini
sampai pada Usman. Ia lalu membentuk Panitia yang kembali dipimpin oleh Zaid
bin Tsabit untuk menyalin naskah Al- Quran yang telah dihimpun di masa Khalifah
Abu Bakar dahulu, disimpan oleh Hafsah, janda Nabi Muhammad SAW. Panitia ini
bekerja dengan satu disiplin tertentu, menyalin naskah Al Quran ke dalam lima
Mushaf (kumpulan lembaran- lembaran yang ditulis, dan Al Quran itu sendiri
disebut pula Mushaf ), untuk dijadikan standar dalam penulisan dan bacaan Quran
di wilayah kekuasaan Islam pada waktu itu. Semua naskah yang dikirim ke ibukota
Propinsi ( Makkah, Kairo, Damaskus, Baghdad) itu disimpan dalam masjid. Satu
naskah tinggal di Madinah untuk mengenang jasa Usman, naskah yang disalin di
masa pemerintahnnya itu disebut Mushaf Usmany atau al- Imam karena ia menajadi
standar bagi Quran yang lain. Kemudian disalin dan diberi tanda- tanda bacaan
di Mesir seperti yang kita lihat sekarang ini. [28]
Khalifah Utsman bin Affan menjalankankan
roda pemerintahannya selama lebih kurang 12 Tahun.
E. KHALIFAH
ALI BIN ABI THALIB ( TAHUN 36 H- 41 H/ 656 M-661 M)
1. Kelahiran
Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Ali r.a dilahirkan hari Jum'at, 13
bulan Rajab, 12 tahun sebelum Nabi Muhammad s.a.w. mendapat risalah,
Sepanjang ingatan orang, inilah untuk pertama kali seorang wanita melahirkan
puteranya dalam Ka'bah. Kelahiran bayi ini hanya disaksikan oleh ayah bundanya
saja. Kejadian yang luar biasa ini, beritanya segera tersiar ke berbagai
penjuru. Berbondong- bondonglah mereka, terutama keluarga Bani Hasyim, datang
ke Ka'bah, guna menyaksikan bayi yang baru lahir. Di antara yang datang ialah
Nabi Muhammad s.a.w. Bayi ini saudara misan beliau sendiri. Beliau menggendong
bayi tersebut, kemudian bersama ayah-ibunya pulang ke rumah Abu Thalib.
Ali adalah putera Abu Thalib, seorang paman
yang mengasuh Nabi semenjak sang kakek meninggal dunia. Ali tergolong pada
keturunan keluarga Hasyimiyah, sama dengan garis keturunan Nabi Muhammad. Garis
keturunan inilah yang menduduki kekuasaan tertinggi atas ka’bah dan sekitarnya
sebelum Nabi lahir. Ali lahir pada tahun kesepuluh sebelum tahun kerasulan
Muhammad. Semenjak kecil ia selalu bersama Nabi, sehingga masa kecil Ali tumbuh
dalam pengasuhan dan bimbingan Nabi. Nabi sangat mencintainnya ibarat anaknya
sendiri, dan Nabi berkenan menikahkannya dengan Fatimah, putrid Nabi pada tahun
kedua hijrah.
Karena semenjak masa kanak-kanak Ali
selalu bersatu rumah dengan Nabi Muhammad, maka ia banyak mengetahui prihal
kehidupan Nabi Muhammad. Ketika Nabi menyerukan kepada ajaran islam, Ali tergolong
generasi pertama yang mempercayai dan mengikuti seruan Nabi Muhammad tersebut.[29]
Ketika di bawah asuhan Rasul Allah
s.a.w., Ali r.a. pernah diberi julukan "Abu Turab", yang artinya
"Si Tanah". Pemberian julukan itu erat kaitannya dengan peristiwa ditemuinya
Ali r.a. di satu hari sedang tidur berbaring di atas tanah. Yang menemuinya
Nabi Muhammad s.a.w. sendiri. Beliau menghampirinya dan duduk dekat kepalanya
sambil mengusap-usap punggungnya guna membuang debu-tanah. Kemudian Nabi
Muhammad s.a.w. membangunkannya seraya berkata: "Duduklah, engkau hai Abu
Turab!" Nama Abu Turab ini paling disukai oleh Ali r.a. Ia sangat
bangga bila dipanggil dengan nama itu. [30]
2. Proses
Pengangkatan Ali Bin abi Thalib
Menurut penuturan Abu Mihnaf,
sebagaimana tercantum dalam Syarh Nahjil Balaghah, jilid IV, halaman 8,
dikatakan, bahwa ketika itu kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul di masjid Rasul
Allah s.a.w. Dengan harap-harap cemas mereka menunggu berita tentang siapa yang
akan menjadi Khalifah baru. Masjid yang menurut ukuran masa itu sudah cukup
besar, penuh sesak dibanjiri orang. Di antara tokoh-tokoh muslimin yang
menonjol tampak hadir Ammar bin Yasir, Abul Haitsam bin At Thaihan, Malik bin
'Ijlan dan Abu Ayub bin Yazid. Mereka bulat berpendapat, bahwa hanya Ali bin Abi
Thalib r.a. lah tokoh yang paling mustahak dibai'at. Diantara mereka yang
paling gigih berjuang agar Imam Ali r.a. dibai'at ialah Ammar bin Yasir. Dalam
mengutarakan usulnya, pertama-tama Ammar mengemukakan rasa syukur karena kaum
Muhajirin tidak terlibat dalam pembunuhan Khalifah Utsman r.a. Kepada
kaum Anshar, Ammar menyatakan, jika kaum Anshar hendak mengkesampingkan
kepentingan mereka sendiri, maka yang paling baik ialah membai'at Ali bin Abi
Thalib sebagai Khalifah. Ali bin Abi Thalib, kata Ammar, mempunyai keutamaan
dan ia pun orang yang paling dini memeluk Islam. Kepada kaum Muhajirin, Ammar
mengatakan: kalian sudah mengenal betul siapa Ali bin Abi Thalib. Oleh karena
itu aku tak perlu menguraikan kelebihan-kelebihannya lebih panjang lebar lagi.
Kita tidak melihat ada orang lain yang lebih tepat dan lebih baik untuk
diserahi tugas itu! Usul Ammar secara spontan disambut hangat dan didukung oleh
yang hadir. Malahan kaum Muhajirin mengatakan: "Bagi kami, ia memang
satu-satunya orang yang paling afdhal!" Setelah tercapai kata sepakat,
semua yang hadir berdiri serentak, kemudian berangkat bersama-sama ke
rumah Imam Ali r.a.
Di depan rumahnya mereka beramai-ramai
minta dan mendesak agar Imam Ali r.a. keluar. Setelah Imam Ali r.a. keluar,
semua orang berteriak agar ia bersedia mengulurkan tangan sebagai tanda
persetujuan dibai'at menjadi Amirul Mukminin. Pada mulanya Imam Ali r.a.
menolak dibai'at sebagai Khalifah. Dengan terus terang ia menyatakan :
"Aku lebih baik menjadi wazir yang membantu daripada menjadi seorang Amir
yang berkuasa. Siapa pun yang kalian bai'at sebagai Khalifah, akan kuterima
dengan rela. Ingatlah, kita akan menghadapi banyak hal yang menggoncangkan hati
dan fikiran." Jawaban Imam Ali r.a. yang seperti itu tak dapat diterima
sebagai alasan oleh banyak kaum muslimin yang waktu itu datang berkerumun di
rumahnya. Mereka tetap mendesak atau setengah memaksa, supaya Imam Ali r.a.
bersedia dibai'at oleh mereka sebagai Khalifah. Dengan mantap mereka menegaskan
pendirian: "Tidak ada orang lain yang dapat menegakkan pemerintahan dan
hukum-hukum Islam selain anda. Kami khawatir terhadap ummat Islam, jika
kekhalifahan jatuh ketangan orang lain…"
Beberapa saat lamanya terjadi
saling-tolak dan saling tukar pendapat antara Imam Ali r.a. dengan mereka. Para
sahabat Nabi Muhammad s.a.w. dan para pemuka kaum Muhajirin dan Anshar
mengemukakan alasannya masing-masing tentang apa sebabnya mereka mempercayakan
kepemimpinan tertinggi kepada Imam Ali r.a. Betapapun kuat dan benarnya alasan
yang mereka ajukan Imam Ali r.a. tetap menyadari, jika ia menerima pembai'atan
mereka pasti akan menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan gawat. Baru
setelah Imam Ali r.a. yakin benar, bahwa kaum muslimin memang sangat
menginginkan pimpinannya, dengan perasaaan berat ia menyatakan
kesediaannya untuk menerima pembai'atan mereka. Satu-satunya alasan yang
mendorong Imam Ali r.a. bersedia dibai'at, ialah demi kejayaan Islam, keutuhan
persatuan dan kepentingan kaum muslimin. Rasa tanggung jawabnya yang besar atas
terpeliharanya nilai-nilai peninggalan Rasul Allah s.a.w., membuatnya siap
menerima tanggung jawab berat di atas pundaknya. Sungguh pun demikian, ia tidak
pernah lengah, bahwa situasi yang ditinggalkan oleh Khalifah Utsman r.a.
benar-benar merupakan tantangan besar yang harus ditanggulangi.
Keputusan Imam Ali r.a. untuk bersedia
dibai'at sebagai Amirul Mukminin disambut dengan perasaan lega dan gembira oleh
sebagian besar kaum muslimin. Kepada mereka Imam Ali r.a. meminta supaya
pembai'atan dilakukan di masjid agar dapat disaksikan oleh umum. Kemudian Imam
Ali r.a. juga memperingatkan, jika sampai ada seorang saja yang menyatakan
terus terang tidak menyukai dirinya, maka ia tidak akan bersedia dibai'at.
Mereka dapat menyetujui permintaan Imam Ali r.a., lalu ramai-ramai pergi menuju
masjid. Setibanya di Masjid, ternyata orang pertama yang menyatakan bai'atnya
ialah Thalhah bin
Ubaidillah. Menyaksikan kesigapan
Thalhah itu, seorang bernama Qubaisah bin Dzuaib Al Asadiy menanggapi:
"Aku Khawatir, jangan-jangan pembai'atan Thalhah itu tidak sempurna!"
Ia mengucapkan tanggapannya itu karena tangan Thalhah memang lumpuh sebelah.
Orang lain membiarkan komentar itu lewat begitu saja. Zubair bin Al-'Awwam
segera mengikuti jejak Thalhah menyatakan bai'at kepada Imam Ali r.a. Sesudah
itu barulah kaum Muhajirin dan Anshar menyatakan bai'atnya masing-masing. Yang
tidak ikut menyatakan bai'at ialah Muhammad bin Maslamah, Hasan bin Tsabit,
Abdullah bin Salam, Abdullah bin Umar, Usamah bin Zaid, Saad bin Abi Waqqash,
dan Ka'ab bin Malik. Tata cara pembai'atan dilakukan menurut prosedur
sebagaimana yang lazim berlaku atas diri Khalifah-khalifah sebelumnya. Sesuai
dengan tradisi pada masa itu, sesaat setelah dibai'at
Amirul Mukminin Imam Ali r.a.
menyampaikan amanatnya yang pertama. Antara lain mengatakan:
"Sebenarnya aku ini adalah seorang
yang sama saja seperti kalian. Tidak ada perbedaan dengan kalian dalam masalah
hak dan kewajiban. Hendaknya kalian menyadari, bahwa ujian telah datang dari
Allah s.w.t. Berbagai cobaan dan fitnah telah datang mendekati kita seperti
datangnya malam yang gelap-gulita. Tidak ada seorang pun yang sanggup mengelak
dan menahan datangnya cobaan dan fitnah itu, kecuali mereka yang sabar dan
berpandangan jauh. Semoga Allah memberikan bantuan dan perlindungan.
"Hati-hatilah kalian sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah
s.w.t. kepada kalian, dan berhentilah pada apa yang menjadi larangan-Nya. Dalam
hal itu janganlah kalian bertindak tergesa-gesa, sebelum kalian menerima
penjelasan yang akan kuberikan. "Ketahuilah bahwa Allah s.w.t. di atas
'Arsy-Nya Maha Mengetahui, bahwa sebenarnya aku ini tidak merasa senang dengan
kedudukan yang kalian berikan kepadaku. Sebab aku pernah mendengar sendiri
Rasul Allah s.a.w. berkata: "Setiap waliy (penguasa atau pimpinan)
sesudahku, yang diserahi pimpinan atas kaum muslimin, pada hari kiyamat kelak
akan diberdirikan pada ujung jembatan dan para Malaikat akan membawa lembaran
riwayat hidupnya. Jika waliy itu seorang yang adil, Allah akan menyelamatkannya
karena keadilannya. Jika waliy itu seorang yang dzalim, jembatan itu akan
goncang, lemah dan kemudian lenyaplah kekuatannya. Akhirnya orang itu akan
jatuh ke dalam api neraka…"[31]
3. Peristiwa
tahkim Pada Masa Ali Bin Abi Thalib
Konflik politik antara Ali Bin Abi
Thalib dengan Muawwiyah Ibn Abi Sufyan diakhiri dengan Tahkim. Dari pihak Ali
Ibn Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak “
cerdik” dalam politik yaitu Abu Musa Al Asyari. Sebaliknya dari pihak Muawiyah
Ibn Abi Sufyan diutus seorang yang sangat terkenal sangat “cerdik” dalam
berpolitik yaitu Amr ibn Ash.
Dalam tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi
Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan karena kecerdikan Amr Ibn
Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al Asyari. Pendukung Ali Ibn Abi Thalib,
kemudian terpecah menjadi dua, yaitu kelompok pertama adalah mereka yang secara
terpaksa menghadapi hasil Tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali Ibn Abi
Thalib, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang menolak hasil Tahkim
dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib yang kemudian melakukan
gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam Tahkim, termasuk
Ali Ibn Abi Thalib.[32]
Khalifah Ali bin Abi Thalib
menjalankankan roda pemeriintahannya selama lebih kurang 5 Tahun.
4. Sebab-sebab
Kegagalan Khalifah Ali
Kegagalan
Khalifah Ali yang sekaligus sebagai kemenangan muawiyah tidak terlepas dari
beberapa fakta sebagaimana disampaikan sebagai berikut
Pertama,
pada masa awal pemerintahannya, sikap berperang melawan persekutuan Thalhah,
Zubair dan A’isyah secara umum memperlemah kedudukan Ali. Ketika Thalhah dan
Zubai bersedia berunding untuk mengakhiri pertempuran, tiba-tiba pengikut ali menangkap
Thalhah dan Zubair lalu mereka membunuh keduanya. Kematian dua tokoh ini otomatis
meningkatkan kemarahan pengikut mu’awiyah dan semakin bertambah pengikutnya. Sementara
peristiwa ini justru mengurangi kekuatan dukungan atas perjuangan Ali.
Kedua,
bahwa pemberontak yang terjadi khususnya Bashrah, Kufah, mesir, Syiria, serta
pengakuan kemerdekaan atas beberapa wilayah negeri muslim sangat merugikan dan menyulitkan
posisi Ali. Terlepasnya Ali oleh mu’awiyah merupakan pertanda kehancuran
kekuatan Khalifah Ali.
Ketiga,
mu’awiyah didukung kesatuan masyarakat syiria yang setian dan mendambakkan Umayyah
sebagai pemimpinny, sementara itu Ali bersandar pada dukungan masyarakat Kufah
yang berjiwa lemah dan tidak memberikan bantuan yang sepenuhnya kepada Khalifah
Ali terutama dalam kondisi dan situasi yang berbahaya.
Keempat,
persainagn antara keluarga dan keturunan Hasyimiah dengan keturunan Umayyah
turut mempersulit posisi Ali. Pada sisi lainnya, kondisi permusuhan seperti ini
sangat menguntungkan mu’awiyah yang mereka sedang bangkit. Mereka bersatu menuntut
balas atas kematian Khalifah Usman.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Bentuk
peradaban yang paling besar pada masa Khalifah Abu Bakar antara lain :
Penghimpunan Al Quran, mengelola zakat, infak dan sedekah yang berasal dari
kaum muslimin, sedangkan dalam Praktik pemerintahan Khalifah Abu Bakar
terpenting lainnya adalah mengenai suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya
sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk menggantikannya.
B. Peradaban
yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administratif pemerintahan,
peperangan, dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah
Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang
C. Di
antara jasa- jasa Usman Bin Affan adalah tindakannya untuk menyalin dan membuat
Al- Quran standar, yang di dalam kepustakaan disebut dengan kodifikasi al
Quran
D. Yang
paling terkenal pada msa Ali ini adalah terjadinya Tahkim antara Ali Bin Abi
Thalib dengan Muawwiyah Ibn Abi Sufyan . Dari pihak Ali Ibn Abi Thalib diutus
seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak “ cerdik” dalam politik
yaitu Abu Musa Al Asyari. Sebaliknya dari pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan diutus
seorang yang sangat terkenal sangat “cerdik” dalam berpolitik yaitu Amr ibn
Ash.
Dalam tahkim
tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan
karena kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al Asyari.
Pendukung Ali Ibn Abi Thalib, kemudian terpecah menjadi dua, yaitu kelompok
pertama adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil Tahkim dan mereka
tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kelompok yang kedua adalah
kelompok yang menolak hasil Tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi
Thalib yang kemudian melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang
terlibat dalam Tahkim, termasuk Ali Ibn Abi Thalib.
DAFTAR PUSTAKA
At Tamimi Abdurrahman, Utsman Bin Affan Radiyallahu ‘Anhu Khalifah
Yang Terzalimi. Maktabah Abu Salma Al Atsari, 2008.
Jamil Ahmad, Sejarah Kebudayan Dinamika Islam. Gresik:Putra Kembar Jaya, 2011.
Hasbi Al Furqan, 125 Masalah Zakat. Solo: Tiga Serangkai,
Cetakan Pertama, 2008.
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV
Pustaka Setia, 2008.
H.M.H. Al Husaini Al Hamid, Sejarah Hidup Ali Bin Abi Thalib ra,
Jakarta : Lembaga Penyelidikan Islam, 1981.
H.O.S. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Jakarta : Tride,
Cetakan I, 2003.
Kencana Syafi’ie Inu, Ilmu Pemerintahan dan Al- Quran, Jakarta
: PT Bumi Aksara, Cetakan I, 2004.
Husain Haikal Muhammad, Al- Faruq ‘Umar, diterjemahkan oleh Ali
Audah, Umar Bin Khattab. Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, cetakan ke- 3,
2002.
Iqbal
Muhammad, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi
Doktrin Politik Islam , Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000.
Prof.
Ali. K, Sejarah Islam(Tarikh Pramodern),
(Jakarta: PT Raja Grafindo persada, cetakan ke-II, 1997,
[2] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2008 ), hal.
67
[3] Prof.K.Ali,
Sejarah Islam(Tarikh Pramodern), (Jakarta: PT Raja Grafindo
persada,1997),hal.89.cetakan ke-2
[4]
H.O.S. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, (Jakarta : Tride, Cetakan I, 2003),
hal. 68
[6] Suatu tempat yang
biasa digunakan untuk berkumpul dan membahas masalah- masalah umat. Pertemuan
kali ini khusus diselenggarakan untuk menimbang siapa yang harus memegang
tumpuk pemerintahan di kalangan mereka setelah Rasulullah SAW meninggal dunia.
Ketika Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar ibn Al Khattab dan Abu ‘Ubaidah
diberitahu akan hal ini, beliau segera menyatakan kesediaannya berpartisipasi
dalam pertemuan ini.
[7] Ibid.hal 90
[10] Muhammad
Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam , (Jakarta : Gaya
Media Pratama, 2000), hal. 51
[14] Ibid.hal.101
[15] Ibid
[18] Muhammad
Husain Haikal , Al- Faruq ‘Umar, diterjemahkan oleh Ali Audah, Umar Bin Khattab
(Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, cetakan ke- 3, 2002), hal. 133- 135
[22] Abdurrahman
At Tamimi, Utsman Bin Affan Radiyallahu ‘Anhu Khalifah Yang Terzalimi, (
Maktabah Abu Salma Al Atsari, 2008), hal. 6
[23] Inu
Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al- Quran, ( Jakarta : PT Bumi Aksara,
Cetakan I, 2004), hal. 152-153
[25] Habib
Boulares, Islam Biang Ketakutan atau Tumpuan Harapan ?, ( Bandung : Pustaka
Hidayah, Cetakan I, 2003), hal. 123
[27] Muhammad
Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 178-179
[29] Prof.K Ali. Hal. 135
[30] H.M.H.
Al Hamid Al Husaini, Sejarah Hidup Ali Bin Abi Thalib ra, (Jakarta : Lembaga
Penyelidikan Islam, 1981), hal. 6-7
Post a Comment