makalah masyarakat madani



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul, seperti demokrasi. Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini terlaksana apabila semua bidang pembangunan bergerak secara terpadu yang menjadikan manusia sebagai subjek. Pengembangan masyarakat sebagai sebuah kajian keilmuan dapat menyentuh keberadaan manusia yang berperadaban. Pengembangan masyarakat merupakan sebuah proses yang dapat merubah watak, sikap dan prilaku masyarakat ke arah pembangunan yang dicita-citakan. Indikator dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakatnya.
Munculnya istilah masyarakat madani pada era reformasi ini, tidak terlepas dari kondisi politik negara yang berlangsung selama ini. Sejak Indonesia merdeka, masyarakat belum merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Pemerintah atau penguasa belum banyak memberi kesempatan bagi semua lapisan masyarakat mengembangkan potensinya secara maksimal. Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat madani, asalkan semua potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan berkembang dan dikembangkan. Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang harus dilalui. Untuk itu perlu adanya strategi peningkatan peran dan fungsi masyarakat dalam mengangkat martabat manusia menuju masyarakat madani itu sendiri.
Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebahagian pejabat pemerintah, politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang masyarakat madani (sebagai terjemahan dari kata civil society). Tanpaknya, semua potensi bangsa Indonesia dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju masyarakat madani yang merupakan cita-cita dari bangsa ini. Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru. Kenapa, karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan "terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan [pluraliseme]" , serta taqwa, jujur, dan taat hukum.
Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, “diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn. Karena menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan".
 Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka kami sebagai wakil dari mahasiswa Indonesia yang cinta akan tanah air dan ingin melakukan perubahan dinegeri ini berusaha berjuang mewujudkan cita negara melalui berbagi hal, termasuk melalui tulisan yang berjudul “Menuju Masyarakat Madani” ini. Kami berharap dengan tulisan ini kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia terutama para Mahasiswa Indonesia bisa menjalankan peran masing-masing untuk mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.

B.     Landasan Undang-undang Tentang Masyarakat Madani
Cita negara madani dan demokratis nyata ada di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ide mengenai masyarakat madani dan demokratis yang tertuang dalam Pembukaan bahkan dipertahankan untuk tidak dirubah manakala bangsa ini melakukan reformasi konstitusi. Amandemen konstitusi sejak 1999 bahkan menunjukkan komitmen kuat bangsa yang semakin mengkristal untuk hidup bernegara secara demokratis.
Pembukaan UUD 1945 sebagai bagian tak terpisahkan dari konstitusi telah pula menegaskan bahwa negara yang dilahirkan ini adalah untuk mengabdi pada rakyat, mensejahterakan rakyat, bukan sebaliknya: rakyat melayani pemerintah. Pemerintah Negara Indonesia, demikian alinea IV Pembukaan UUD 1945, memiliki kewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintah dan negara ini ada untuk melindungi rakyatnya. Dalam negara Indonesia rakyatlah yang berdaulat . Pilihan Republik sebagai bentuk negara menunjukkan bahwa di dalam negara Indonesia yang berdaulat adalah orang banyak, bukannya sedikit orang entah yang mengejawantah dalam monarki maupun oligarki, walau kalau ditilik sejarahnya, negara Indonesia berasal dari himpunan ratusan kerajaan besar kecil. Inilah cita negara demokrasi yang digagas oleh para pendiri bangsa, dan terus dipertahankan oleh MPR manakala melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sejak tahun 1999-2002.
C.    Rumusan Masalah
a.       Bagaimana konsep masyarakat madani?
b.      Apa saja Problematika  masyarakat madani di Indonesia?
c.       Apakah masyarakat Indonesia sudah bisa dikatakan Madani ?
d.      Seperti apakah peran para akademisi dalam mewujudkan masyarakat madani?
D.    Tujuan
a.       Memahami serta mampu menerapkan konsep masyarakat madani dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.      Mewadahi para pembaca untuk menyadari betapa pentingnya mewujudkan masyarakat madani.
E.     Manfaat
a.       Manfaat secara khusus
              i.      Bagi penulis memperoleh pengetahuan dan kesdaran tentang betapa pentingnya masyarakat madani.
b.      Manfaat secara umum
              i.      Karya ilmiah ini dapat secara lansung digunakan sebagai salah satu media untuk mengenalkan kepada seluruh komponen masyarakat tentang konsep serta pentinganya bermasyarakat madani.













BAB II
 KAJIAN PUSTAKA
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Gellner (1995:2) menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud manakala terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan. Pendek kata, masyarakat madani ialah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota masyarakat madani tidak bisa ditekan, ditakut-takuti, dicecal, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yang abadi dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri utama masyarakat madani.
Cornelis Lay melihat substansi civil society mengacu kepada pluralitas bentuk dari kelompok-kelompok independen (asosiasi, lembaga kolektivitas, perwakilan kepentingan) dan sekaligus sebagai raut-raut dari pendapat umum dan komunikasi yang independen. Ia adalah agen, sekaligus hasil dari transformasi sosial (Cornelis Lay, 2004: 61). Sementara menurut Haynes, tekanan dari “masyarakat sipil” sering memaksa pemerintah untuk mengumumkan program-program demokrasi, menyatakan agenda reformasi politik, merencanakan dan menyelenggarakan pemilihan umum multipartai, yang demi kejujuran diawasi oleh tim pengamat internasional (Jeff Haynes, 2000: 28).
Menurut AS Hikam, civil society adalah satu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan, dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi. Ciri-ciri utama civil society, menurut AS Hikam, ada tiga, yaitu: (1) adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara; (2) adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana dan praktis yang berkaitan dengan kepentingan publik, dan (3) adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.
Dalam arti politik, civil society bertujuan melindungi individu terhadap kesewenang-wenangan negara dan berfungsi sebagai kekuatan moral yang mengimbangi praktik-praktik politik pemerintah dan lembaga-lembaga politik lainnya. Dalam arti ekonomi, civil society berusaha melindungi masyarakat dan individu terhadap ketidakpastian global dan cengkeraman konglomerasi dengan menciptakan jaringan ekonomi mandiri untuk kebutuhan pokok, dalam bentuk koperasi misalnya. Oleh karena itu, prinsip civil society bukan pencapaian kekuasaan, tetapi diberlakukannya prinsip-prinsip demokrasi dan harus selalu menghindarkan diri dari kooptasi dari pihak penguasa (Haryatmoko, 2003: 212).
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84)







BAB III
PEMBAHASAN
A.      Konsep Masyarakat Madani
1.    Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
Berbagai upaya dilakukan dalam mewujudkan masyarkat madani, baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Untuk yang berjangka pendek , dilaksanakn dengan memilih dan menempatkan pemimpin-pemimpin yang dapat dipercaya (credible), dapat diterima (acceptable), dan dapat memimpin (capable).
Jika dicari akar sejarahnya, maka dapat dilihat bahwa dalam masyarakat Yunani kuno masalah ini sudah mengemuka. Rahardjo (1997) menyatakan bahwa istilah civil society sudah ada sejak zaman sebelum masehi. Orang yang pertama kali yang mencetuskan istilah civil society ialah Cicero (106-43 SM), sebagai orator Yunani kuno. Civil society menurut  Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh masyakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep civil society (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka kota dipahami bukan hanya sekerdar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW pada tahun 622M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al Madinah al fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al Farabi pada abad pertengahan (Rahardjoseperti yang dikutip Nurhadi, 1999).
Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan Pesantren dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen penting yang membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di samping juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah masyarakat. Bahkan, dengan menyetir pendapat Hamidullah (First Written Constitutions in the World, Lahore, 1958), Piagam Madinah ini adalah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi ini secara mencengangkan telah mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights), atau lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika (American Declaration of Independence, 1997), Revolusi Prancis (1789), dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan.
Sementara itu konsep masyarakat madani, atau dalam khazanah Barat dikenal sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada masa pencerahan (Renaissance) di Eropa melalui pemikiran John Locke (abad ke-18) dan Emmanuel Kant (abad ke-19). Sebagai sebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang masyarakat Barat yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state (negara). Dalam tradisi Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan negara (the state), yakni suatu kelompok atau kesatuan yang ingin mendominasi kelompok lain.
Barulah pada paruh kedua abad ke-18, terminologi ini mengalami pergeseran makna. Negara dan masyarakat madani kemudian dimengerti sebagai dua buah entitas yang berbeda. Bahkan kemudian, Kant menempatkan masyarakat madani dan negara dalam kedudukan yang berlawanan, yang kemudian dikembangkan oleh Hegel, menurutnya masyarakat madani merupakan subordinatif dari negara.
Adapun tokoh yang pertama kali menggagas istilah civil society ini adalah Adam Ferguson dalam bukunya ”Sebuah Esai tentang Sejarah Masyarakat Sipil (’An Essay on The History of Civil Society’)” yang terbit tahun 1773 di Skotlandia. Ferguson menekankan masyarakat madani pada visi etis kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri, dan munculnya kapitalisme, serta mencoloknya perbedaan antara individu.
2.    Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani (civil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya. Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda
Menurut para ahli :

1.       Zbigniew Rew, masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.

2.       Han-Sung, masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.

3.       Kim Sun Hyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative.

4.       Thomas Paine, masyrakat madani adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan

5.       Hegel, masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara,

6.       Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.

7.       Munawir (1997) Istilah madani sebernarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian, istilah Madaniy dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis. Secara global bahwa dapat disimpulkan yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.
3.    Ciri-ciri Masyarakat Madani
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah. Memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang berbeda – beda. Bila merujuk pada pengertian dalam Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market”.
Merujuk pada Bahmuller (1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, antara lain ;
1.      Terintegrasinya individu – individu dan kelompok – kelompok eksklusif ke dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.      Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan – kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan – kekuatan alternatif.
3.      Terjembataninya kepentingan – kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi – organisasi volunter mampu memberikan masukan – masukan terhadap keputusan – keputusan pemerintah.
4.      Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu – individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
5.      Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga – lembaga sosial dengan berbagai perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa “masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis di mana para anggotanya menyadari akan hak – hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan – kepentingan. Di mana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas – luasnya bagi kreativitas warga negara untuk mewujudkan program – program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus – menerus.
Dengan demikian kita sebenarnya memiliki tiga visi mengenai masyarakat sipil dan negara. Pertama, kehadiran masyarakat sipil hanya bersifat sementara dalam perkembangan masyarakat. Karena kecenderungannya untuk rusak dari dalam, maka pada akhirnya masyarakat sipil akan ditelan oleh negara, yakni sebuah negara ideal, yang merupakan taraf perkembangan masyarakat yang tertinggi. Kedua, karena negara hanya cerminan saja dari masyarakat sipil dan berfungsi melayani individu yang serakah, maka negara akan diruntuhkan atau runtuh dengan sendirinya dalam suatu revolusi proletar. Jika negara lenyap, maka yang tinggal hanya masyarakat, yakni suatu masyarakat tanpa kelas. Dan ketiga, visi yang melihat bahwa masyarakat sipil tidak saja bisa menjadi benteng kelas yang memegang hegemoni, dalam hal ini kelas borjuasi, tetapi bisa pula menjalankan fungsi etis dalam mendidik masyarakat dan mengarahkan perkembangan ekonomi yang melayani kepentingan masyarakat. Di lain pihak, masyarakat sipil sendiri juga terdiri dari organisasi-organisasi yang melayani kepentingan umum, atau memiliki rasionalitas dan mampu mengatur dirinya sendiri secara bebas. Bisa terjadi keduanya saling mendukung, dalam arti buruk maupun baik dari segi kepentingan umum.
4. Syarat Masyarakat Madani
Bila kita kaji, masyarakat di negara – negara maju sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani. Maka, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani. Yakni adanya democratic government (pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis) dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung tinggi nilai – nilai civil security, civil responsibility, dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani. Antara lain sebagai berikut ;
1.  Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat
2.      Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas – tugas kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok
3.      Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan. Dengan kata lain, terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial
4.      Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga – lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum di mana isu – isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan
5.      Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan
6.      Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga – lembaga ekonomi, hokum, dan sosial berjalan secara produkitf dan berkeadilan sosial
7.      Adanya jaminan, kepastian, dan kepercayaan antara jaringan – jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka, dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tersebut, maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan paham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (DuBois dan Milley, 1992). Rambu – rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara dan bangsa.

B.  PROBLEMATIKA   MASYARAKAT   MADANI  DI  INDONESIA
1.    Paradigma Dan Praktek Masyarakat Madani Di Indonesia
Dalam kultur masyarakat indonesia kita mengetahui bahwa ada banyak sekali perbedaan nilai dan norma yang terdapat didalamnya, lewat budayanya itulah  masyarakat memandang fenomena yang terjadi di Indonesia ini dan mereka merespon dengan prilaku yang sangat beragam, sehingga hal ini menjadi dasar susahnya untuk memberi pemahaman dengan satu cara, artinya membutuhkan konsep kemadanian yang mampu menimbang serta mendukung kultur yang mereka miliki yang nantinya akan mempengaruhi paradigmanya terhadap konsep masyarakat madani ini.
Kemudian pada point yang kedua kita memiliki masalah yang sangat jelas dan rumit di Indonesia yakni tentang praktik konsep kemadanian ini. Jika kita memandang sekilas tentu kita akan segera berkomentar bahwa di Indonesia masyarakat madani ini tidak terwujud. Kita dapat melihat bukti yang sangat nyata terjadi dikalangan masyarakat, contohnya kriminalitas yang semakin tinggi di indonesia. Bahkan anak-anak bangsa sudah banyak terkontaminasi moral buruk. Hal ini tentu berita yang menyakitkan bagi cita-cita indonesia untuk membentuk masyarakat yang cerdas dan sejahtera serta membuat bangsa menjadi terlihat sangat menyedihkan. Dan tentu dengan mudah bisa kita simpulkan bahwa di indonesia tidak terterapnya praktik masyarakat madani.
Contoh lain yang bisa kita lihat yaitu maraknya perselisihan antar pelajar, antar suku bahkan antar kampung. Betapa besar petaka akibat perbuatan buruk macam ini. Jadi hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman terhadap konsep masyarakat madani di indonesia.

2.      Hambatan Penerapan Masyarakat Madani di Indonesia
Menurut hemat kami hambatan terbesar yang dihadapi Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani adalah kebodohan, kebodohan dalam hal ini mencakup seluruh unsur kehidupan,         yang menyebabkan banyak masyarakat yang apatis serta  fanatik terhadap golongan. Hal ini menjadi dasar terjadinya kriminalitas, kemiskinan, serta kebobrokan masyarakat indonesia. Adapun hambatan lain yang dihadapi adalah merupakan bagian dari tindak kebodohan.

C. KONTRADIKSI PRINSIP MADANI DENGAN PENERAPAN POLITIK, EKONOMI  SERTA  HUKUM DI INDONESIA
                     Dalam analisis kami,  kami mendapatkan hal yang sangat menyedihkan, dimana prinsip masyarakat madani sangat bertolak belakang dengan keadaan Indonesia sekarang ini. Di bawah ini kami akan menguraikan dari beberapa aspek sbb:
1.       Aspek politik
                       Dewasa ini kita melihat kondisi politik Indonesia yang sangat memalukan, terlihat perebutan kekuasaan yang mencolok dimana partai-partai politik menunjukkan kefanatikannya terhadap kelompoknya. Saling menjatuhkan, mementingkan keuntungan partai bukan rakyat, seolah-olah merebut kue yang lunak hingga ia hancur. Begitulah keadaan indonesia, orang-orang yang berkedudukan saling memperebutkan kekuasaan serta saling menjatuhkan yang menyebabkan kehancuran. Tidak sesuai sekali dengan konsep madani yang menanamkan nilai kebersamaan.
2.      Ekonomi
     Dalam konsep masyarakt madani, segala tindakan ekonomi haruslah menguntungkan semua pihak. Tapi lihatlah keadaan ekonomi di Indonesia sekarang, betapa menyedihkan, praktek kapitalis merajalela, yang miskin makin miskin yang kaya makin rakus.
     Banyaknya pelaku ekonomi yang tidak memperdulikan halal haramnya suatu tindakan, ideologi materialis telah menjadi ciri khas yang sangat nampak jelas dalam praktik ekonomi di indonesia. Tujuan utamanya adalah untung baru memberi manfaat, bukan memberi manfaat baru untung.
3.      Hukum
            Ingin menangis rasanya melihat ketidak adilan yang dipertontonkan oleh para pejuang-pejuang kebobrokan bangsa kita. Sudikah kita diperlakukan tak wajar dalam proses hukum sedang ada orang yang lebih hebat kesalahannya diperlakukan dengan hormat??.
Adakah pemerintah yang setia bersahaja demi bangsa?
Adakah pemerintah yang setia berjuang demi rakyat?
Adakah pemerintah yang rela berkorban demi keadilan?
            Jawabannya adalah TIDAK kecuali hanya 5% . namun yang ditampakkan seolah 100% dengan permainan busuk yang dimaknakan agung dengan kata “Dari rakyat Untuk Rakyat”.  Kata-kata tersebut hanya berlaku untuk penderitaan rakyat atau dengan kata lain Rakyat yang menderita adalah untuk rakyat dan rakyat yang mendapat kedudukan itulah perhatianku.
                        Bolehkah kita mengatakan itu madani, tidak itu adalah edan-ni dengan bungkus kualitas tinggi.

D.      PERAN AKADEMISI DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI
            Dalam subbab ini kami akan menjelaskan secara gamblang tentang peran Mahasiswa dalam mewujudkan masyarakat madani.
       Mahasiswa, makna yang luar biasa terkandung didalamnya seharusnya segera membludak dalam bentuk wujud perbuatan bukan menjadi mahasiswa yang apatis. Tempat bagi mahasiswa dalam mewujudkan masyarakat madani haruslah berada pada barisan depan. Berikut uraian kami tentang cara yang bisa ditempuh untuk memaksimalkan peran tersebut.
·         Menajamkan fungsi pewacanaan
       Dengan kemampuan akademik yang dimiliki, mahasiswa seharusnya mampu menjadi ujung tombak penyadaran terhadap masyarakat dengan pewacanaan. Ada banyak hal yang bisa disampaikan mahasiswa melalui hal ini, mulai dari masalah kemiskinan, kriminalitas, ataupun  kebobrokan sistem penyelenggaraan negara. Lewat wadah ini, kita bisa membentuk kesadaran masyarakat.
·         Pengabdian lewat baksos jasa
       Ada sebuah program yang sangat luar biasa dan belum banyak dilakukan oleh mahasiswa, yaitu Desa Binaan. Melalui program ini mahasiswa secara lansung akan mengambil peran pengabdian terhadap masyarakat. Ada banyak anak-anak desa yang  sangat menyedihkan keadaan moralnya, kontaminasi serta prilaku imitasi terhadap budaya busuk yang ditampilkan di dunia maya sudah menjadi ciri khas dibanyak pedesaan. Maka jika melihat keadaan itu seharusnya kita merasa bertanggung jawab atas itu dengan membagi kefahaman kita terhadap mereka, dan itu bisa kita lakukan dengan program Baksos Jasa.
BAB IV
PENUTUP
·         Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulakn sebagai berikut :
a.       Menyarakat madani merupakan suatu wujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas dengan ciri: universalitas, supermasi, keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan untuk bersama, meraih kebajikan umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi pada keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. ciri masyarakat ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan. Untuk Pemerintah pada era reformasi ini, akan mengarakan semua potensi bangsa berupa pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, militer, kerah masyarakat madani yang dicita-citakan.
b.      Di indonesia konsep masyarakat madani ini sangat bertolak belakang dengan penerapannya. Politik, ekonomi, sosbud serta hukum di Indonesia telah jauh dari nilai kemadanian malah sebaliknya Edan-ni. Namun kita harus melihat positifnya, bahwa masih ada kesempatan besar untuk memperbaiki masyarakat kita yang sudah mendekatai taraf menyedihkan ini.
c.       Mahasiswa seharusnya mampu berperan untuk mewujudkan masyarakat madani. Berbagai cara bisa ditempuh mahasiswa untuk hal itu. Misalnya: lewat pewacanaan, pengabdian berupa desa binaan, serta membangun skill kewirausahaan.
·         Saran
            Bagi kita semua, janganlah kita menjadi orang yang apatis, apapun posisi kita baik mahasiswa, dosen, guru atau wirausaha seharusnya segera mengambil peran untuk mewujudkan masyarakat madani. Tidaklah pantas kita berbangga dengan status kita sekarang ini jika kita belum mampu untuk bermanfaat bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Azizi, A Qodri Abdillah. 2000. Masyarakat madani Antara Cita dan Fakta: Kajian Historis-Normatif. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamim, Thoha. 2000. Islam dan Civil society (Masyarakat madani): Tinjauan tentang Prinsip  Human Rights, Pluralism dan Religious Tolerance. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gamble, Andrew. 1988. An Introduction to Modern Social and Political Thought. Hongkong: Macmillan Education Ltd.
Hidayat, Komaruddin dan Ahmad Gaus AF. 1998. Pasing Over: Melintas Batas Agama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. xiv.
Ismail, Faisal. 1999. NU, Gusdurism, dan Politik Kyai. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Rumadi. 1999. Civil Society dan NU Pasca-Gus Dur. Kompas Online. 5 November 1999.

Labels:

Post a Comment

[blogger]

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget