MAKALAH PEMBUKUAN DAN PENTERJEMAH AL-QUR’AN



MAKALAH
PEMBUKUAN DAN PENTERJEMAH AL-QUR’AN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Al-Qur’an












Di Susun oleh :
Hidayatur Rohman

Pembimbing
DR. H. Nasiri, M.HI


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH TARUNA
SURABAYA
2014

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama Islam.
Kemudian dari pada itu, kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini banyak yang membantu terhadap usaha kami, mengingat hal itu dengan segala hormat kami sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.      Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini Bapak DR. H. Nasiri, M.HI
2.      Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut kami hanya dapat berdo'a dan memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi amal soleh di mata Allah SWT. Amin.
Dan dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu kami mengharapkan kritikan positif, sehingga bisa diperbaiki seperlunya.
Akhirnya kami tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir amalan kami dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa Robbal 'Alamin.
  (PENYUSUN)


DAFTAR ISI
Halaman Judul       .........................................................................................   i
Kata Pengantar      .........................................................................................   ii
Daftar Isi                ..........................................................................................  iii
BAB I         PENDAHULUAN
                     A. Latar Belakang Masalah     ......................................................  1
                     B. Rumusan Masalah    ................................................................   2
                     C. Tujuan Masalah       .................................................................   2
BAB II        PEMBAHASAN
                    PEMBUKUAN DAN TERJEMAH AL-QUR’AN
                    A. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Modern Secara-
                         Global       .................................................................................  3
                    B. Pengertian Terjemah Al-Qur’an Secara Umum dan
                         Penerjemahan- Secara Khusus        ..........................................  7
                    C. Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an    ..........................................  9
                    D. Macam- macam Penerjemahan Al-Qur’an dan
                         Pengertian Masing-masing         . ............................................ 10
                    E.  Sejarah Pertama Kali Penerjemahan Al-Qur’an    .................. 13
BAB III      PENUTUP
                    Kesimpulan    ..............................................................................  15
DAFTAR PUSTAKA       ............................................................................... 17

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
              Al-Qur’an di anggap sebagai kitab suci yang lengkap dan sempurna oleh umat Islam dalam peradaban Islam. Al-Qur’an adalah sebuah teks yang mengatasi dan melampaui teks-teks yang lain dalam sejarah. Hal itu disebabkan Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat jibril kepada umat manusia. Ruh ke Ilahian Al-Qur’an lah yang membuatnya tahan dari berbagai kritik dan gempuran. Sebagai sebuah teks, Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat Islam. Semua hal yang ada pada aspekk kehidupan telah diatur didalamnya.                
         Walaupun begitu, disamping berbahasa arab tidak dipungkiri dari ayat-ayatnya masih banyak yang besifat global. Sehingga tidak bisa dipahami secara tekstual, untuk itu bagi orang awam untuk memahaminya perlu penerjemahan dan penafsiran terlebih dahulu.Sudah menjadi keinginan setiap manusia baik muslim ataupun non muslim untuk mengetahui apa yang terkandung dalam alquran, sementara Al-Quran turun dalam bahasa Arab (Qur’anan ‘arobiyyan), padahal tidak semua orang dapat mengerti apalagi menguasai Bahasa Arab, maka dengan alasan itulah penerjemahan Al-Quran sangat dibutuhkan hingga ke dalam berbagai bahasa di dunia.
        Al-Quran dan terjemahanya telah menyebar keseluruh penjuru dunia, berbagai bahasa telah diterjemahkan dari Al-Quran, keberadaan terjemahan itu tidak lain adalah untuk menambah pemahaman pembaca pada kitab monumental ini.. Agar tidak terjadi desakralisasi dalam terjemahan Al-Quran, diwajibkan dalam kurung dianjurkan. Untuk mengetahui pembagian dan macam-macam terjemahan. Sebab, akhir-akhir ini banyak terjadi penyelewengan terhadap arti Al-Quranyangsakral.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Modern Secara Global?
2.      Apa Pengertian Terjemah Secara Umum dan Penerjemahan Al-Qur’an  Secara   Khusus ?
3.      Apa Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an ?
4.      Apa Macam-macam Penerjemahan Al-Qur’an dan Pengertiannya masing-masing ?
5.      Bagaimana Sejarah Pertama Kali Penerjemahan Al-Qur’an ?
C. Tujuan Masalah
1.      Untuk Mengetahui Sejarah Pembukuan Pada Masa Modern.
2.      Untuk Mengetahui Pengertian Terjemah Al-Qur’an  Secara Umum dan Khusus.
3.      Untuk mengetahui Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an.
4.      Untuk Menegatahui Macam-macam Penerjemahan Al-Qur’an dan Pengertiannya.
5.      Untuk Mengetahui Sejarah Pertama Kali Penerjemahan Al-Qur’an.


                                                BAB II
                                        PEMBAHASAN
A. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Modern Secara Global
             Pada waktu Abu Bakar diangkat menjadi khalifah beliau segera memerintahkan agar naskah yang tersimpan di rumah Rasulullah disalin dan disusun kembali. Pekerjaan ini dilakukan setelah terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan meninggalnya 70 orang penghafal Al-Qur’an, dan setelah musailamah Al-Kazzab sebagai Nabi palsu dihancurkan. Gagasan mengumpulkan Al-Qur’an pada masa itu adalah dari sahabat Umar ibnu Khattab. Umar merasa khawatir akan hilangnya sebagian Al-Qur’an dari penghafalnya yang telah gugur dalam pertempuran.
         Demikianlah khalifah Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit, penulis suhuf-suhuf di zaman Rasulullah untuk mengumpulkan suhuf-suhuf Al-Qur'an baik yang terdapat pada pelepah kurma, tulang hewan maupun dari para penghafal Al-Qur'an yang masih hidup. Dengan demikian kaum muslimin pada saat itu sepakat meyakini, bahwa mushaf Abu Bakar adalah mushaf Al-Qur'an yang sahih yang diakui oleh semua sahabat tanpa ada yang membantah.
         Pembukuan Al-Qur’an dilakukan secara tersusun berdasarkan Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari Utsman bin Affan bahwa apabila diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil sekretaris untuk menuliskannya, kemudian bersabda “letakkanlah ayat ini dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu”[1].
        Pembukuan Al-Qur’an tersebut tidak disusun berdasarkan kronologis turunnya wahyu.Upaya pembukuan Al-Qur’an melalui satu versi bacaan untuk seluruh umat Islam dilatar belakangi oleh karena di setiap wilayahterkenal qira’ah sahabat yang mengajarkan Alquran kepada setiap penduduk         di         wilayah            tersebut.          

Penduduk Syam memakai qira’ah Ubay bin Ka‘b, yang lainnya lagi memakai qira’ah Abu Musa al-Asy’ary. Maka tidak diragukan timbul perbedaan bentuk qira’ah di kalangan mereka, sehingga membawa kepada pertentangan dan perpecahan di antara mereka sendiri Bahkan terjadi sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain, disebabkan perbedaan qira’ah tersebut[2].
          Itulah sebabnya Khalifah ‘Utsman kemudian berpikir dan merencanakan untuk mengambil langkah-langkah positif sebelum perbedaan-perbadaan bacaan itu lebih meluas. Usaha awal yang dilakukannya adalah mengumpulkan para sahabat yang alim dan jenius  serta mereka yang terkenal pandai memadamkan dan meredakan persengketaan itu. Mereka sepakat menerima instruksi ‘Utsman, yakni membuat Mushaf yang banyak, lalu membagi-bagikannya ke setiap pelosok dan kota, sekaligus memerintahkan pembakaran selainMushaf  itu, sehingga tidak ada lagi celah yang menjerumuskan mereka ke persengketaan dalam bentuk-bentuk qira’ah. 
          Karena itulah pulalah, ‘Utsman mengirim utusan kepada Hafshah guna meminjam Mushaf yang terwariskan dari ‘Umar. Dari Mushhaf  tersebut, lalu dipilihnya tokoh andal dari kalangan senior sahabat untuk memulai rencananya. Pilihannya jatuh kepada Zayd bin Stabit, ‘Abdullah bin Zubayr, Sai‘id bin ‘Ash dan ‘Abdurrahman bin Hisyam mereka dari suku Quraisy, golongan Muhajirin, kecuali Zayd bin Tsabit, ia golongan Anshar. Usaha yang mulia ini berlangsung pada tahun 24 H. Sebelum memulai tugas ini, ‘Utsman berpesan kepada mereka :
إِذَا اِخْتَلَفْتُمْ اَنْتُمْ وَزَيْدٌ بِنْ ثَابِتْ فِى شَيْئٍ، فَكْتُبُوْهُ بِلِسِانِ قُرَيْشٍ، فَإِنَّهُ إِنَّمَا نَزَّلَ بِلِسَانِهِمْ

Terjemahnya : Jika kalian berselisih pendapat dalam qira’ah dengan Zayd bin Stabit, maka hendaklah kalian menuliskannya dengan lughat Quraisy, karena sesungguhnya Alquran diturunkan dengan bahasa mereka[3].
                                                                                         
         Setelah memahami pesan di atas, bekerjalah tim ini dengan ekstra hati-hati, dan meneliti mushaf-mushaf. yang kemudian melahirkan satu Mushaf  yang satu dan dianggap sempuna. 
        Mushhaf  ini digandakan dan dikirim ke daerah-daerah untuk disosialsikan kepada masyarakat demi meredam perbedaan bacaan di antara mereka. Sedangkan Mushhaf  yang lainnya dibakar, kecuali yang dimiliki Hafshah dikembalikan kepadanya. Mengenai sistematika surat dalam Al-Qur’an, apakah taqifi atau taufiqi menjadi perdebatan sejak dahulu dan perdebatan tersebut belum berakhir pada saat ini.
v Pendapat yang pertama, bahwa Al-Qur’an adalah hasil tauqif Nabi artinya susunan atau ututan surat didapat melalui ajaran beliau. Pendapat yang pertama ini berdasarkan ungkapan Ibnu Al-Hasshar yang dikutip dari buku karya Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA. mengatakan “urutan surat dan letak ayat-ayat pada tempatnya itu berdasarkan wahyu”. Rasulullah saw. Letakkan ayat ini pada tempat ini[4]. 
v  Pendapat yang kedua yaitu pandangan yang mengatakan bahwa urutan surat Al-Qur’an adalah berdasarkan Ijtihad sahabat. Pendapat ini disandarkan pada banyaknya mushaf yang dimiliki oleh sahabat yang berbeda, ada yang tertib urutannya seperti mushaf yang dikenal saat sekarang ini, ada pula yang tertibnya berdasarkan kronologis turunnya ayat. Pendapat yang kedua ini juga diperkuat oleh Teks Hadist Mutawatir mengemukakan mengenai turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
         Sebagai rujukan, Ibnu Abbas Radiallahu Anhuma berkata, sebagaimana dikutif  dari karya Syaikh Manna’ Al-Qaththan dengan Judul Pengatar Study Ilmu Al-Qur’an bahwa, Rasulullah saw. Bersabda[5]:
“Jibril membacaka kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku meminta agar huruf itu ditambah, iapun menambahkannya kepadaku hingga tujuh huruf”.
          Dalam riwayat lain, disebutkan Umar bin Al-Khattab , ia berkata, “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat al-Furqan dimasa hidup rasulullah. Aku perhatikan bacaannya.
        Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja saya melabraknya saat ia sholat tetapi aku urungkan. Maka aku menunggunya hingga ia selesai sholat. Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya, “siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?” ia menjawab: Rasulullah yang membacakannya kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya kamu dusta! Demi Allah, Rasulullah telah membacakannya juga kepadaku surat yang sama, tetapi tidak seperti bacaanmu. Namun ketika masalah ini diperhadapkan kepada Rasulullah saw. Rasulullah membenarkan apa yang dibacakan oleh sahabat berdarakan qiraat yang paling mudah dipahami. Rasulullah saw. Berkata “begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya”[6].
        Dapatlah dipahami bahwa penulisan teks-teks Alquran pada masa Utsman merupakan masa pembentukan naskah resmi, yang dimaksudkan untuk meredam berbagai kevariasian dalam pembacaannya. Berkat usaha Utsman inilah, Alquran yang terwariskan sampai saat ini biasa pula disebut dengan Mushaf Utsmani. 

Perkembangan Ulumul Qur’an pada Zaman Modern.
         Bahwa setelah wafatnya As-Suyuthi tahun 911 H atau abad moderen itu bangkit kembali penulisan Ulumul qur’an dan perkembangan kitab-kitabnya. Hal itu ditengarai dengan banyaknya ulama yang mengarang ulumul Qur’an dan menulis kitab-kitabnya , perkembangan Ulumul Qur’an pada Zaman Modern sangat pesat karena ditengarai dengan banyaknya pengarang dan karya-karyanya yang membahas Al-Qur’an sampai ilmu yang berkaitan Al-Qur’an.seperti[7]:
-          Ad-dahlawi: Al-fauzul kabir fi Ushulul tafsir
-          Thahir Al-Jazairi: At-tibyan Fi ulumil Qur’an
-          Abu daqiqah: Ulumul Qur’an
-          M. Ali salmah: Minhajil Furon Fi Ulumil Qur’an
B. Pengertian Terjemah Secara Umum dan Khusus
     1.  Terjemah secara umum
       Terjemah secara umum adalah salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau   mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain[8].
            Kata Tarjamah( تَرْجَمَة) yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut dengan terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti :
* Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu.
* Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama.
* Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain.
* Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, dan pengertian yang keempat ini, yang akan kita bahas lebih lanjut, mengingat pengertian inilah yang biasa dipahami oleh banyak orang (‘Urf), dari kata Tarjamah.
Ø   Definisi Penerjemahan dalam pengertian yang luas,
       Penerjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan buah pikiran dan gagasan dari satu bahasa (sumber) kedalam bahasa lain (sasaran), baik dalam bentuk tulisan maupun lisan; baik kedua bahasa tersebut telah mempunyai sistem penulisan yang telah baku ataupun belum, baik salah atau keduanya didasarkan pada isyarat sebagaimana bahasa isyarat orang tuna rungu.

2.  Terjemah Secara khusus.
       Terjemah secara khusus adalah  mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan  menggunakan bahasa lain[9].
 
       Sedangkan menurut terminologi seperti yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni: “Memindahkan bahasa Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa ‘Arab dan mencetak terjemah ini kebeberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa ‘Arab, sehingga dapat memahami kitab Allah SWt, dengan perantaraan terjemahan.”
Ø  Definisi terjemah dalam pengertian yang lebih sempit
Terjemah biasa diartikan  sebagai suatu proses pengalihan pesan yang terdapat didalam teks bahasa pertama atau bahasa sumber (source language) dengan padanannya di dalam bahasa kedua atau bahasa sasaran (target languge). Penerjemahan merupakan suatu tindakan komunikasi. Sebagai tindakan komunikasi kegiatan tersebut tidak terlepas dari bahasa. Dengan demikian, penerjemahan merupakan kegiatan yang melibatkan bahasa, dan dalam pembahasannya tidak dapat mengabaikan pemahaman tentang konsep-konsep kebahasaan itu sendiri. Mengalihkan bahasa atau menyampaikan berita yang terkandung dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, dilakukan untuk mengetahui makna yang digunakan oleh bahasa sumber secara tepat agar isinya mendekati asli dan ketika membaca seperti bukan hasil penerjemahan dan dapat dipahami oleh pembaca.[10]

           Jadi  terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.
C.  Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an
1.      Memberi pengetahuan kepada manusia tentang ayat-ayat al-qur’an.
2.      Membantu manusia dalam memahami makna Al-qur’an.
3.      Menyelamatkan hati manusia.
4.      Menegakkan logika akal sehat, pencerahan berpikir.
5.      Menghilangkan sekat jarak yang menjauhkan antara Allah Swt dan makhluknya,  serta meratakan persamaan secara umum antara manusia seluruhnya.
6.      Mempersatukan semua golongan manusia dengan berpegang teguh terhadap Kalimatullah al’Ulya(Kalimat Alloh yang tinggi).
7.      Masuknya semua umat manusia ke dalam ajaran Islam dan perdamaian.
8.      Membantu mewujudkan kegiatan keagamaan dengan menyebarluaskan ajaran Al-Qur’an.[11].
D.  Macam-macam Penerjemahan Al-Qur’an:
 1.  Terjemah Harfiyah(حَرْفيَة (: Memindah perkataan atau ungkapan dari satu bahasa ke bahasa yang lain,dengan  menjaga tatanan dan susunan kosa kata Al-Quran.
       Terjemah Harfiyah memiliki dua bagian:
       a)  Terjemah Harfiyah bil-misli (حَرْفِيَة بِالمِثْلِ): Menerjemah susunan Al-Quran dengan bahasa lain, susunan dan kosa katanya menempati pada susunan dan kosa kata Al-Quran. Dan terjemahan tersebut masih menyimpan nilai-nalai yang dimiliki Al-Quran.
   Terjemahan model seperti ini mustahil untuk dilakukan karena tidak mungkin aturan bahasa yang lain mengikuti aturan bahasa Al-Quran yang cukup rumit, dan perlu diketahui bahwa setiap bahasa memiliki spesifikasi, dan aturan main masing-masing. Kalau memang hal tersebut terjadi (terjemah Harfiyah bil-misli), maka terjemahan Harfiyan bil-misli secara primer adalah Al-Quran, hanya saja konteks tulisannya berbeda (antara Al-Quran dan bahasa yang dibuat terjemahan). Dalam terjemahan ini tidak terdapat penjelasan dan keterangan tambahan, di sini hanya terjadi pemindahan dari satu bahasa ke bahasa lain.
      b)  Terjemah Harfiah bi ghairi-misli(حَرْفِيَة بِغَيْرِ مِثْلِ) : Menerjemah susunan Al-Quran dengan bahasa lain, dengan meninjau kemampuan penerjemah dan keluasan bahasa yang dimiliki penerjemah.
   Terjemahan model seperti ini mungkin-mungkin saja secara adat, dan hukumnya boleh, bila obyek sasarannya adalah perkataan manusia, dan tidak boleh, apabila sasaran obyeknya adalah Kitabullah Al-Qur’an al-Karim, karena akan merusak dan menggeser makna dari yang seharusnya.
 2. Terjemah Tafsiriyah (تَقْسِريَةِ ): Terjemahan yang dilakukan penerjemah(mutarjim) dengan lebih mengedepankan maksud atau isi kandungan yang terdapat dalam bahasa asal di terjemahkan. Terjemahan ini tidak terikat dengan susunan dan struktur gaya bahasa yang diterjemahkan atau biasa disebut dengan penerjemahan bebas[12]
                
                  Cara praktek terjemahan semacam ini, dengan cara memahami Makna yang dikehendaki dari naskah aslinya, kemudian kita mengungkapkan pemahaman tersebut dengan gaya bahasa terjemah yang kita pakai, sesuai dengan tujuan dari makna tersebut.


Perbedaan Harfiyah dan Tafsiriyah
  Contoh ayat :
     [13] (QS:Al-Isra’[17]:29) وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ .
v  Jika diterjemahkan dengan terjemahan Harfiyah adalah :
 “larangan menjadikan tangan terikat pada leher dan larangan mengenai melebarkan tangan selebar-lebarnya”. Hal tersebut menyimpang dari makna Al-Qur’an.
v  Jika diterjemahkan dengan terjemahan Tafsiriyah adalah :
“janganlah engkau menahan untuk bersodakoh (kikir), dan jangan pula terlalu pemurah (royal)”[14].
       Perbedaan sangat kelihatan antara terjemahan Harfiyah yang mustahil dan terjemahan Tafsiriyah yang Ulama sepakat akan kebolehannya.
Hukum terjemahan Harfiyah
         Jadi  mengenai hukum pembuatan terjemah Harfiyah, baik bil-misli atau   ghairi-misli. Ulama sepakat akan keharamannya. Sebab di sana terdapat penyelewengan tujuan diturunkannya Al-Quran yang primer. Yakni:
        1)   Menunjukkan atas kebenaran Nabi SAW, terhabap apa yang disampaikan Allah pada Nabi
        2)  Dan sebagai petunjuk bagi umat manusia, pada apa yang dilakukan mereka baik di dunia maupun di akhirat.
        Bila terjemah Harfiyah dilakukan maka kedua fungsi tersebut akan lenyap.
       Menurut jumhur ulama terjemah al-qur’an secara harfiyah adalah hal yang mustahil, karena dalam metode menerjemahkan semacam ini ada beberapa syarat yang tidak bisa terpenuhi, diantaranya;
a)      Harus ada kesesuaian antara kosa kata bahasa asli dengan bahasa terjemahan
b)      Harus ada kesesuaian antar perangkat-perangkat makna antara bahasa asli dengan bahasa terjemah.
c)      Adanya kesamaan antara bahasa asli dengan bahasa terjemahan dalam hal susunan kata dan kalimat, sifat dan idhofah (penyandaran).
      Karena terjemah harfiah itu tidak mungkin dapat mengungkapkan makna secara sempurna dan tidak bisa memberi pengaruh jiwa seperti pengaruh Al-Qur’an yang berbahasa arab, dan tidak ada hal yang mendesak untuk menggunakan terjemah secara harfiah, karena sudah cukup dengan terjemah secara maknawiyah.
Hukum terjemah Tafsiriyah
        Adapun menerjemahkan al-qur’an secara tafsiriah, maka hal itu diperbolehkan, karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam hal tersebut. Dan terkadang hal itu justru menjadi wajib ketika menjadi washilah (perantara) untuk menyampaikan al-qur’an dan islam kepada orang-orang yang tidak bisa berbahasa arab, karena menyampaikan hal itu adalah wajib, “segala sesuatu yang tidak akan menjadi sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib hukumnya”.
       Akan tetapi diperbolehkannya terjemah al-qur’an secara Tafsiriyah dengan beberapa syarat berikut :
a)      Tidak menjadikan terjemahan Tafsiriyah tersebut sebagai pengganti dari al-qur’an. Oleh karena itu mesti menuliskan al-qur’an dengan bahasa arab, kemudian meletakkan terjemahan tersebut di sampingnya, sehingga kedudukannya seperti tafsir bagi ayat al-qur’an.
b)      Orang yang menerjemahkan harus benar-benar menguasai kedua bahasa tersebut dan mengetahui makna-makna lafadz syar’i dalam al-qur.an
c)      Dan tidaklah diterima terjemah al-qur’an, kecuali dari orang-orang yang dapat dipercaya untuk melakukannya, yaitu seorang muslim yang istiqomah di dalam agamanya[15]
E.  Sejarah Pertama Kali Penerjemahan Al-Qur’an
         Dalam lintasan sejarah Islam dikatakan bahwa lima tahun setelah Nabi saw menjadi rasul Allah, ia diperintahkan hijrah ke Ethiopia. Ethiopia adalah sebuah empirium yang asing bagi kaum muslim, dan bahasa mereka berbeda dengan bahasa orang Mekah. Berkenaan dengan itu, Raja Najasyi sebagai penguasa Ethiopia meminta kepada Nabi saw agar mengutus juru bahasa untuk mengajarkan risalahnya dengan bahasa mereka. Maka diadakanlah suatu pertemuan, dan Ja’far bin Ali Thalib dalam pertemuan itu, pertemuan dengan raja dan para pembesarnya, dibacakan beberapa ayat al-Quran dalam surah Maryam setelah itu, Najasyi mengajukan beberapa pertanyaan. Setelah beliau memperoleh beberapa jawaban, dia lalu menghadapkan pandangannya kepada orang-orang yang hadir dan berkata “Demi Allah, sesungguhnya ucapan Muhammad sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran dan aqidah orang-orang Masehi.
         Sejarah diatas menjelaskan bahwa terjemahan al-Quran pertama kali dilakukan adalah sejak zaman Nabi saw, ketika ja’far bin Abi Thalib diutus ke Ethiopia, dan orang yang pertama kali menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Ethiopia tersebut. Bahasa Ethiopia dikenal dengan menggunakan bahasa Shindh
         Pada masa pemerintahan Akbar Syah, kajian dan telaah al-Quran pun tumbuh subur dan berkembang pesat di Agra dan Lahore. Kemudian Dinasti Buwaih pernah berkuasa antara tahun 945 sampai 1055 M. Di bagian Barat Laut Iran,mengalami kemajuan pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan pada masa inilah muncunya tokoh-tokoh filosof muslim di antaranya al-Farabi (w.950 M)., Ibnu Sina (980-1037 M) dan Ibnu Maskawaih (w. 1030 M), yang semuanya di samping menterjemahkan filsafat dari bahasa Yunani, juga menterjemahkan bahasa al-Quran ke dalam bahasa mereka. Secara singkat digambarkan Sukardi bahwa sejak abad ke-3 sampai 11 Hijriah adalah masa penterjemahan al-Quran dengan keterangan sebagai berikut :
  1. Penyampaian kandungan isi al-Quran kepada seluruh kaum muslim dalam bahasa Persia dan bahasa Arab.
  2. Penafsiran al-Quran dengan metodologi ilmiah yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan keyakinan masyarakat awam.
  3. Pembahasan tentang bacaan, sharf, nahwu, dan keterangan ihwal hubungan antara berbagai ayatdan surah al-Quran.
  4. Metodologi khas yang ditempuh ialah pemakaian bahasa Arab dan Persia, dan bahasa Persia lebih banyak digunakan ketimbang bahasa Arab.
           Ada juga yang mengatakan bahwa Salman Alfarisi. Ia sebagai orang pertama kali berhasil menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa asing.             Menurut Afnan Fatani dalam "Translation and the Qur'an". Upaya menerjemahkan ayat-ayat Alquran boleh dibilang pertama kali dilakukan pada era Rasulullah SAW. Suatu hari, Nabi Muhammad pernah berkirim surat kepada dua penguasa, yakni Kaisar Negus dari Abysssinia dan Kaisar Heraclius dari Bizantium.‘’Dalam surat itu, Rasulullah mencantumkan ayat-ayat dari Alquran.”
           Dalam sebuah sarasehan ilmiah bertajuk ‘’Melacak Sejarah Penerjemahan Alquran’’ yang diselenggarakan Universitas Islam Madinah Al Munawwarah akhir 2007 lalu, terungkap bahwa pertama kali penerjemahan surah Alquran
dilakukan ke dalam bahasa Persia. Guru Besar Sastra Arab Universitas Islam Madinah Al Munawwarah, Syekh Tamir Salum, mengungkapkan, berdasarkan data sejarah disebutkan ia menerjemahkan surat Al-Fatihah secara lisan ke dalam bahasa Persia atas permintaan orang-orang Muslim di Persia. Namun terjemahan Al-Farisi ini belum mencakup keseluruhan surah dalam Alquran, hanya surah Al-Fatihah.[16]

Ayat-ayat Yang  Memperkuat Bolehnya Penterjemahan Al-Qur’an          
(وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (القمر: 17
Artinya: ‘’Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran.’’( QS Al-Qomar:17) [17]
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (البقرة:2 )
Artinya : ‘’Kitab Alquran ini tak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang beriman.’’(QS Al-Baqarah : 2)[18]
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (الحجر : 9)
Artinya :‘’Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.’’ (QS Al-Hijr : 9)[19]
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (محمد : 24
Artinya : “ Maka tidaklah mereka menghayati Al-Qur’an, ataukah hati mereka sudah terkunci ?”(QS Muhammad : 24 )[20]                           






BAB III
PENUTUP
              Kesimpulan
              1 .  Sejarah Pembukuan aL-Quran Pada Masa Modern
               Pembukuan Al-Qur’an dilakukan secara tersusun berdasarkan Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari Utsman bin Affan bahwa apabila diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil sekretaris untuk menuliskannya, kemudian bersabda “letakkanlah ayat ini dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu”. Pembukuan Al-Qur’an tersebut tidak disusun berdasarkan kronologis turunnya wahyu. Usaha awal yang dilakukannya adalah mengumpulkan para sahabat yang alim dan jenius  serta mereka yang terkenal pandai memadamkan dan meredakan persengketaan itu. Mereka sepakat menerima instruksi ‘Utsman, yakni membuat Mushaf yang banyak, lalu membagi-bagikannya ke setiap pelosok dan kota.         
.   Mengenai sistematika surat dalam Al-Qur’an, apakah taqifi atau taufiqi menjadi perdebatan sejak dahulu dan perdebatan tersebut belum berakhir pada saat ini.
-           Pendapat yang pertama, bahwa Al-Qur’an adalah hasil tauqif Nabi artinya susunan atau ututan surat didapat melalui ajaran beliau
-          Pendapat yang kedua yaitu pandangan yang mengatakan bahwa urutan surat Al-Qur’an adalah berdasarkan Ijtihad sahabat.
         Dapatlah dipahami bahwa penulisan teks-teks Alquran pada masa Utsman merupakan masa pembentukan naskah resmi, yang dimaksudkan untuk meredam berbagai kevariasian dalam pembacaannya. Berkat usaha Utsman inilah, Alquran yang terwariskan sampai saat ini biasa pula disebut dengan Mushaf Utsmani. 

2.  Pengertian Terjemahan Secara Umum dan Khusus
               Terjemah secara umum merupakan salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau   mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa      lain.   
     Terjemah secara khusus merupakan  mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan    menggunakan bahasa lain.
    
     3. Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an
1.      Memberi pengetahuan kepada manusia tentang ayat-ayat al-qur’an.
2.      Membantu manusia dalam memahami makna Al-qur’an.
3.      Menyelamatkan hati manusia.
4.      Menegakkan logika akal sehat, pencerahan berpikir.
4.  Macam-macam Penerjemahan Al-Qur’an      
      1.   Terjemah Harfiyah(حَرْفيَة (: Memindah perkataan atau ungkapan dari satu bahasa ke bahasa yang lain,dengan  menjaga tatanan dan susunan kosa kata Al-Quran.
      2. Terjemah Tafsiriyah (تَقْسِريَةِ ): Menerangkan sebuah kalimat dan menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa mempertahankan susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua Makna yang terkandung dan dikehendaki dari naskah aslinya.
5.    Sejarah Pertama Kali Penerjemahan Al-Qur’an
     Dalam lintasan sejarah Islam dikatakan bahwa lima tahun setelah Nabi saw menjadi rasul Allah, ia diperintahkan hijrah ke Ethiopia. Ethiopia adalah sebuah empirium yang asing bagi kaum muslim, dan bahasa mereka berbeda dengan bahasa orang Mekah. Berkenaan dengan itu, Raja Najasyi sebagai
penguasa Ethiopia meminta kepada Nabi saw agar mengutus juru bahasa untuk mengajarkan risalahnya dengan bahasa mereka. Maka diadakanlah suatu pertemuan, dan Ja’far bin Ali Thalib dalam pertemuan itu, pertemuan dengan raja dan para pembesarnya, dibacakan beberapa ayat al-Quran dalam surah Maryam setelah itu, Najasyi mengajukan beberapa pertanyaan. Setelah beliau memperoleh beberapa jawaban, dia lalu menghadapkan pandangannya kepada orang-orang yang hadir dan berkata “Demi Allah, sesungguhnya ucapan Muhammad sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran dan aqidah orang-orangMasehi.
          Ada juga yang mengatakan Salah satu Sahabat Rasulullah SAW yaitu Salman Al-farisi merupakan orang yang pertama kali menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa lain. Dalam sejarah disebutkan ia menerjemahkan surat Al-Fatihah secara lisan ke dalam bahasa Persia atas permintaan orang-orang Muslim di Persia. Namun terjemahan Al-Farisi ini belum mencakup keseluruhan surah dalam Alquran, hanya surah Al-Fatihah.
Ø  Ayat-ayat Yang  Memperkuat Bolehnya Penterjemahan Al-Qur’an          
(وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (القمر: 17
Artinya: ‘’Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran.’’( QS Al-Qomar:17)
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (البقرة:2 )
Artinya : ‘’Kitab Alquran ini tak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang beriman.’’(QS Al-Baqarah : 2)








DAFTAR PUSTAKA


     Al-Qaththan,  Manna.’ Mabahits Fiy ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Mansyurat al-‘Asr al-Hadits, t.th.
     Al-Qaththan, Manna’.2012. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka Al-Kautsar.
     Amal ,Taufik Adnan. 2001.Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Cet. I; Penerbit Forum  Kajian Budaya dan Agama, Yogyakarta.
     Amin Suma, Muhammad. 2000. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an (1), Jakarta: pustaka firdaus.
     Anwar, Rosihon.2008.Ulumul Qur’an ,Bandung:Pustaka Setia.
     Departemen Agama RI.2012. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya:Fajar mulya.
     Guesdur, Desakralasi dalam Terjemahan Al-Qur’an, dalam   http://guesdur.wordpress.com/2012/05/04/desakralisasi-dalam-terjemahan-al-quran/ , diakses pada tanggal 1 oktober 2014, pukul 07.30 Wib.
     Nzawix.heck.in, perintis penerjemahan al-quran, dalam http://nzawix.heck.in/tokoh-perintis-penerjemahan-al-quran.xhtml diakses pada tanggal 2 Nopember 2014,pukul 10.30 wib
     Kangsakha, Terjemahan Al-Qur’an, dalam http://kangsakha.blogspot.com/2011/04/terjemah-al-quran.html,diakses pada tanggal 3 Oktober 2014, pukul 80.00 Wib
     Khalid ,M. Rusdi. 2011. Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet I; Alauddin Universiti Press, Makassar.
     Umar,Nasaruddin. 2008. Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna tersembunyi Al-Qur’an), Jakarta, Al-Gazali Centre.
     Sholih al-utsaimin,Muhammad bin.1432. ushul fi tafsir Daru ibnu jauzy.
     Zulkarnain,Tarjamah Makna Al-Qur’an Antara Tarjamah Harfiyah dan  Tarjamah Tafsiriyah, dalam http://tarjamahtafsiriyah.com/article/read/33/Tarjamah-Makna-Al-Quran-Antara-Tarjamah-Harfiyah-dan-Tarjamah-Tafsiriyah, diakses pada tanggal 7 Oktober 2014, pukul 06.42 Wib
               



          [1]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (Yogyakarta:Penerbit Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001), h. 132.
          [2]M.Rusdi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Makassar:Alauddin Universiti Press, 2011),h. 55.
           [3]Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fiy ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Mansyurat al-‘Asr al-Hadits, t.th.), h. 128.
          4Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an( Jakarta:Al-Gazali Centre, Juli 2008),h.152.
             [5]Manna’ Al-Qathnhan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, Pebruari 2012),h.195.
             [6]Ibid,h.196.
           [7]Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung:Pustaka Setia, 2008)
                [8]Kangsakha, Terjemahan Al-Qur’an, dalam http://kangsakha.blogspot.com/2011/04/terjemah-al-quran.html,diakses pada tanggal 3 Oktober 2014, pukul 80.00 Wib.
            [9]Ibid.
           [10]B. Jassin, Pusat Dokumentasi Sastra H.B.Jassin (Jakarta: Harian Media Indonesia, 2003), h. 20.
               11Zulkarnain,Tarjamah Makna Al-Qur’an Antara Tarjamah Harfiyah dan Tarjamah Tafsiriyah, dalam   http://tarjamahtafsiriyah.com/article/read/33/Tarjamah-Makna-Al-Quran-Antara-Tarjamah-Harfiyah-dan-Tarjamah-Tafsiriyah, diakses pada tanggal 7 Oktober 2014, pukul 06.42 Wib.
        [12]Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an (1) (Jakarta:pustaka firdaus,2000), h. 131-132.
        [13]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya:Fajar mulya, 2012), hlm.282.
        [14]Guesdur, Desakralasi dalam Terjemahan Al-Qur’an, dalam   http://guesdur.wordpress.com/2012/05/04/desakralisasi-dalam-terjemahan-al-quran/ , diakses pada tanggal 1 oktober 2014, pukul 07.30 Wib
              [15] Muhammad bin sholih al-utsaimin, ushul fi tafsir ( Daru ibnu jauzy, 1432 H),h. 35-37.
           [16]Nzawix.heck.in, perintis penerjemahan al-quran, dalam http://nzawix.heck.in/tokoh-perintis-penerjemahan-al-quran.xhtml diakses pada tanggal 2 Nopember 2014,pukul 10.30 wib.
               [17]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya:Fajar mulya, 2012), hlm.529.
               [18] Ibid,h.2.
               [19] Ibid,h.262.
               [20] Ibid,h.507.

Post a Comment

[blogger]

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget