MAKALAH
PEMBUKUAN DAN PENTERJEMAH AL-QUR’AN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Studi Al-Qur’an”
Di Susun oleh :
Hidayatur Rohman
Pembimbing
DR. H.
Nasiri, M.HI
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH TARUNA
SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan
Agama Islam.
Kemudian dari pada itu, kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini banyak yang membantu terhadap usaha
kami, mengingat hal itu dengan segala hormat kami sampaikan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan
dalam penyusunan makalah ini Bapak DR. H.
Nasiri, M.HI
2. Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut
berpartisipasi dalam penyelesaian makalah.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut
kami hanya dapat berdo'a dan memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih
payah mereka menjadi amal soleh di mata Allah SWT. Amin.
Dan dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu kami mengharapkan kritikan positif, sehingga bisa diperbaiki seperlunya.
Akhirnya kami tetap berharap semoga makalah ini menjadi
butir-butir amalan kami dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa Robbal 'Alamin.
(PENYUSUN)
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
......................................................................................... i
Kata
Pengantar
......................................................................................... ii
Daftar
Isi
.......................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
...................................................... 1
B. Rumusan Masalah
................................................................ 2
C. Tujuan Masalah
................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
PEMBUKUAN DAN TERJEMAH
AL-QUR’AN
A. Sejarah
Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Modern Secara-
Global
................................................................................. 3
B. Pengertian
Terjemah Al-Qur’an Secara Umum dan
Penerjemahan-
Secara Khusus .......................................... 7
C. Tujuan
Penerjemahan Al-Qur’an .......................................... 9
D. Macam-
macam Penerjemahan Al-Qur’an dan
Pengertian
Masing-masing . ............................................
10
E. Sejarah Pertama Kali Penerjemahan
Al-Qur’an .................. 13
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
...............................................................................
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an di anggap sebagai kitab
suci yang lengkap dan sempurna oleh umat Islam dalam peradaban Islam. Al-Qur’an
adalah sebuah teks yang mengatasi dan melampaui teks-teks yang lain dalam
sejarah. Hal itu disebabkan Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan oleh
Allah melalui malaikat jibril kepada umat manusia. Ruh ke Ilahian Al-Qur’an lah
yang membuatnya tahan dari berbagai kritik dan gempuran. Sebagai sebuah teks,
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat Islam. Semua hal yang ada pada
aspekk kehidupan telah diatur didalamnya.
Walaupun begitu, disamping berbahasa
arab tidak dipungkiri dari ayat-ayatnya masih banyak yang besifat global.
Sehingga tidak bisa dipahami secara tekstual, untuk itu bagi orang awam untuk
memahaminya perlu penerjemahan dan penafsiran terlebih dahulu.Sudah menjadi
keinginan setiap manusia baik muslim ataupun non muslim untuk mengetahui apa
yang terkandung dalam alquran, sementara Al-Quran turun dalam bahasa Arab (Qur’anan
‘arobiyyan), padahal tidak semua orang dapat mengerti apalagi menguasai
Bahasa Arab, maka dengan alasan itulah penerjemahan Al-Quran sangat dibutuhkan
hingga ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Al-Quran dan terjemahanya telah
menyebar keseluruh penjuru dunia, berbagai bahasa telah diterjemahkan dari
Al-Quran, keberadaan terjemahan itu tidak lain adalah untuk menambah pemahaman
pembaca pada kitab monumental ini.. Agar tidak terjadi desakralisasi dalam terjemahan
Al-Quran, diwajibkan dalam kurung dianjurkan. Untuk mengetahui pembagian dan
macam-macam terjemahan. Sebab, akhir-akhir ini banyak terjadi penyelewengan
terhadap arti Al-Quranyangsakral.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Modern Secara Global?
2.
Apa
Pengertian Terjemah Secara Umum dan Penerjemahan Al-Qur’an Secara
Khusus ?
3.
Apa
Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an ?
4.
Apa
Macam-macam Penerjemahan Al-Qur’an dan Pengertiannya masing-masing ?
5.
Bagaimana
Sejarah Pertama Kali Penerjemahan Al-Qur’an ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Sejarah Pembukuan
Pada Masa Modern.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Terjemah
Al-Qur’an Secara Umum dan Khusus.
3. Untuk mengetahui Tujuan Penerjemahan
Al-Qur’an.
4. Untuk Menegatahui Macam-macam
Penerjemahan Al-Qur’an dan Pengertiannya.
5. Untuk Mengetahui Sejarah Pertama
Kali Penerjemahan Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Modern Secara
Global
Pada waktu Abu Bakar diangkat menjadi khalifah
beliau segera memerintahkan agar naskah yang tersimpan di rumah Rasulullah
disalin dan disusun kembali. Pekerjaan ini dilakukan setelah terjadi perang Yamamah
yang mengakibatkan meninggalnya 70 orang penghafal Al-Qur’an, dan setelah
musailamah Al-Kazzab sebagai Nabi palsu dihancurkan. Gagasan mengumpulkan
Al-Qur’an pada masa itu adalah dari sahabat Umar ibnu Khattab. Umar merasa
khawatir akan hilangnya sebagian Al-Qur’an dari penghafalnya yang telah gugur
dalam pertempuran.
Demikianlah khalifah Abu Bakar
memerintahkan Zaid bin Tsabit, penulis suhuf-suhuf di zaman Rasulullah untuk
mengumpulkan suhuf-suhuf Al-Qur'an baik yang terdapat pada pelepah kurma,
tulang hewan maupun dari para penghafal Al-Qur'an yang masih hidup. Dengan
demikian kaum muslimin pada saat itu sepakat meyakini, bahwa mushaf Abu Bakar
adalah mushaf Al-Qur'an yang sahih yang diakui oleh semua sahabat tanpa ada
yang membantah.
Pembukuan
Al-Qur’an dilakukan secara tersusun berdasarkan Hadist Nabi yang diriwayatkan
oleh Ibn Abbas dari Utsman bin Affan bahwa apabila diturunkan kepada Nabi suatu
wahyu, ia memanggil sekretaris untuk menuliskannya, kemudian bersabda
“letakkanlah ayat ini dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu”[1].
Pembukuan Al-Qur’an tersebut tidak
disusun berdasarkan kronologis turunnya wahyu.Upaya pembukuan Al-Qur’an melalui
satu versi bacaan untuk seluruh umat Islam dilatar belakangi oleh
karena di setiap wilayahterkenal qira’ah sahabat yang
mengajarkan Alquran kepada setiap penduduk di wilayah tersebut.
Penduduk
Syam memakai qira’ah Ubay bin Ka‘b, yang lainnya lagi memakai qira’ah
Abu Musa al-Asy’ary. Maka tidak diragukan timbul perbedaan bentuk qira’ah di
kalangan mereka, sehingga membawa kepada pertentangan dan perpecahan di antara
mereka sendiri Bahkan terjadi sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain,
disebabkan perbedaan qira’ah tersebut[2].
Itulah sebabnya Khalifah ‘Utsman
kemudian berpikir dan merencanakan untuk mengambil langkah-langkah positif
sebelum perbedaan-perbadaan bacaan itu lebih meluas. Usaha awal yang
dilakukannya adalah mengumpulkan para sahabat yang alim dan
jenius serta mereka yang terkenal pandai memadamkan dan meredakan
persengketaan itu. Mereka sepakat menerima instruksi ‘Utsman, yakni
membuat Mushaf yang banyak, lalu membagi-bagikannya ke setiap
pelosok dan kota, sekaligus memerintahkan pembakaran selainMushaf itu,
sehingga tidak ada lagi celah yang menjerumuskan mereka ke persengketaan dalam
bentuk-bentuk qira’ah.
Karena itulah pulalah, ‘Utsman
mengirim utusan kepada Hafshah guna meminjam Mushaf yang
terwariskan dari ‘Umar. Dari Mushhaf tersebut, lalu
dipilihnya tokoh andal dari kalangan senior sahabat untuk memulai rencananya.
Pilihannya jatuh kepada Zayd bin Stabit, ‘Abdullah bin Zubayr, Sai‘id bin ‘Ash
dan ‘Abdurrahman bin Hisyam mereka dari suku Quraisy, golongan Muhajirin,
kecuali Zayd bin Tsabit, ia golongan Anshar. Usaha yang mulia ini berlangsung
pada tahun 24 H. Sebelum memulai tugas ini, ‘Utsman berpesan kepada mereka :
إِذَا اِخْتَلَفْتُمْ
اَنْتُمْ وَزَيْدٌ بِنْ ثَابِتْ فِى شَيْئٍ، فَكْتُبُوْهُ بِلِسِانِ قُرَيْشٍ،
فَإِنَّهُ إِنَّمَا نَزَّلَ بِلِسَانِهِمْ
Terjemahnya : Jika kalian berselisih pendapat
dalam qira’ah dengan Zayd bin Stabit, maka hendaklah kalian
menuliskannya dengan lughat Quraisy, karena sesungguhnya Alquran
diturunkan dengan bahasa mereka[3].
Setelah memahami pesan di atas,
bekerjalah tim ini dengan ekstra hati-hati, dan meneliti mushaf-mushaf.
yang kemudian melahirkan satu Mushaf yang satu dan
dianggap sempuna.
Mushhaf ini
digandakan dan dikirim ke daerah-daerah untuk disosialsikan kepada masyarakat
demi meredam perbedaan bacaan di antara mereka. Sedangkan Mushhaf yang
lainnya dibakar, kecuali yang dimiliki Hafshah dikembalikan kepadanya. Mengenai
sistematika surat dalam Al-Qur’an, apakah taqifi atau taufiqi menjadi perdebatan
sejak dahulu dan perdebatan tersebut belum berakhir pada saat ini.
v
Pendapat yang
pertama, bahwa Al-Qur’an adalah hasil
tauqif Nabi artinya susunan atau ututan surat didapat melalui ajaran beliau.
Pendapat yang pertama ini berdasarkan ungkapan Ibnu Al-Hasshar yang dikutip
dari buku karya Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA. mengatakan “urutan surat dan
letak ayat-ayat pada tempatnya itu berdasarkan wahyu”. Rasulullah saw. Letakkan
ayat ini pada tempat ini[4].
v
Pendapat yang kedua yaitu pandangan yang mengatakan bahwa urutan surat
Al-Qur’an adalah berdasarkan Ijtihad sahabat. Pendapat ini disandarkan pada
banyaknya mushaf yang dimiliki oleh sahabat yang berbeda, ada yang tertib
urutannya seperti mushaf yang dikenal saat sekarang ini, ada pula yang
tertibnya berdasarkan kronologis turunnya ayat. Pendapat yang kedua ini
juga diperkuat oleh Teks Hadist Mutawatir mengemukakan mengenai turunnya
Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
Sebagai rujukan, Ibnu Abbas Radiallahu
Anhuma berkata, sebagaimana dikutif dari karya Syaikh
Manna’ Al-Qaththan dengan Judul Pengatar Study Ilmu Al-Qur’an bahwa, Rasulullah
saw. Bersabda[5]:
“Jibril membacaka kepadaku dengan satu huruf. Kemudian
berulang kali aku meminta agar huruf itu ditambah, iapun menambahkannya
kepadaku hingga tujuh huruf”.
Dalam riwayat lain, disebutkan Umar
bin Al-Khattab , ia berkata, “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat
al-Furqan dimasa hidup rasulullah. Aku perhatikan bacaannya.
Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak
huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja
saya melabraknya saat ia sholat tetapi aku urungkan. Maka aku menunggunya
hingga ia selesai sholat. Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya, “siapakah
yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?” ia menjawab: Rasulullah
yang membacakannya kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya kamu dusta! Demi Allah,
Rasulullah telah membacakannya juga kepadaku surat yang sama, tetapi tidak
seperti bacaanmu. Namun ketika masalah ini diperhadapkan kepada Rasulullah saw.
Rasulullah membenarkan apa yang dibacakan oleh sahabat berdarakan qiraat yang
paling mudah dipahami. Rasulullah saw. Berkata “begitulah surat itu
diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka
bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya”[6].
Dapatlah dipahami bahwa penulisan
teks-teks Alquran pada masa Utsman merupakan masa pembentukan naskah resmi,
yang dimaksudkan untuk meredam berbagai kevariasian dalam pembacaannya. Berkat
usaha Utsman inilah, Alquran yang terwariskan sampai saat ini biasa pula
disebut dengan Mushaf Utsmani.
Perkembangan Ulumul
Qur’an pada Zaman Modern.
Bahwa setelah wafatnya As-Suyuthi
tahun 911 H atau abad moderen itu bangkit kembali penulisan Ulumul qur’an dan
perkembangan kitab-kitabnya. Hal itu ditengarai dengan banyaknya ulama yang
mengarang ulumul Qur’an dan menulis kitab-kitabnya , perkembangan
Ulumul Qur’an pada Zaman Modern sangat pesat karena ditengarai dengan banyaknya
pengarang dan karya-karyanya yang membahas Al-Qur’an sampai ilmu yang berkaitan
Al-Qur’an.seperti[7]:
- Ad-dahlawi: Al-fauzul
kabir fi Ushulul tafsir
- Thahir
Al-Jazairi: At-tibyan Fi ulumil Qur’an
- Abu
daqiqah: Ulumul Qur’an
- M. Ali
salmah: Minhajil Furon Fi Ulumil Qur’an
B.
Pengertian Terjemah Secara Umum dan Khusus
1.
Terjemah secara umum
Terjemah secara
umum adalah salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari
suatu bahasa ke bahasa lain[8].
Kata Tarjamah(
تَرْجَمَة) yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut dengan terjemah,
secara etimologi mempunyai beberapa arti :
* Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu.
* Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang
sama.
* Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain.
* Memindah
atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, dan
pengertian yang keempat ini, yang akan kita bahas lebih lanjut, mengingat
pengertian inilah yang biasa dipahami oleh banyak orang (‘Urf), dari kata
Tarjamah.
Ø
Definisi Penerjemahan dalam pengertian yang luas,
Penerjemahan adalah istilah umum yang
mengacu pada proses pengalihan buah pikiran dan gagasan dari satu bahasa (sumber)
kedalam bahasa lain (sasaran), baik dalam bentuk tulisan maupun lisan; baik
kedua bahasa tersebut telah mempunyai sistem penulisan yang telah baku ataupun
belum, baik salah atau keduanya didasarkan pada isyarat sebagaimana bahasa isyarat
orang tuna rungu.
2. Terjemah Secara khusus.
Terjemah secara khusus adalah mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain[9].
Sedangkan menurut terminologi seperti yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni: “Memindahkan bahasa Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa ‘Arab dan mencetak terjemah ini kebeberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa ‘Arab, sehingga dapat memahami kitab Allah SWt, dengan perantaraan terjemahan.”
Terjemah secara khusus adalah mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain[9].
Sedangkan menurut terminologi seperti yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni: “Memindahkan bahasa Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa ‘Arab dan mencetak terjemah ini kebeberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa ‘Arab, sehingga dapat memahami kitab Allah SWt, dengan perantaraan terjemahan.”
Ø Definisi terjemah
dalam pengertian yang lebih sempit
Terjemah biasa diartikan sebagai suatu proses pengalihan pesan yang
terdapat didalam teks bahasa pertama atau bahasa sumber (source language)
dengan padanannya di dalam bahasa kedua atau bahasa sasaran (target languge).
Penerjemahan merupakan suatu tindakan komunikasi. Sebagai tindakan komunikasi
kegiatan tersebut tidak terlepas dari bahasa. Dengan demikian, penerjemahan
merupakan kegiatan yang melibatkan bahasa, dan dalam pembahasannya tidak dapat
mengabaikan pemahaman tentang konsep-konsep kebahasaan itu sendiri. Mengalihkan
bahasa atau menyampaikan berita yang terkandung dalam bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran, dilakukan untuk mengetahui makna yang digunakan oleh bahasa
sumber secara tepat agar isinya mendekati asli dan ketika membaca seperti bukan
hasil penerjemahan dan dapat dipahami oleh pembaca.[10]
Jadi terjemahan Al-Qur'an adalah
hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi
dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan
secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an.
Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu
maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula
untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.
C.
Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an
1.
Memberi
pengetahuan kepada manusia tentang ayat-ayat al-qur’an.
2.
Membantu
manusia dalam memahami makna Al-qur’an.
3.
Menyelamatkan
hati manusia.
4.
Menegakkan
logika akal sehat, pencerahan berpikir.
5.
Menghilangkan
sekat jarak yang menjauhkan antara Allah Swt dan makhluknya, serta meratakan persamaan secara umum antara
manusia seluruhnya.
6.
Mempersatukan
semua golongan manusia dengan berpegang teguh terhadap Kalimatullah
al’Ulya(Kalimat Alloh yang tinggi).
7.
Masuknya
semua umat manusia ke dalam ajaran Islam dan perdamaian.
8.
Membantu
mewujudkan kegiatan keagamaan dengan menyebarluaskan ajaran Al-Qur’an.[11].
D. Macam-macam Penerjemahan Al-Qur’an:
1. Terjemah
Harfiyah(حَرْفيَة (: Memindah perkataan atau ungkapan dari satu bahasa ke bahasa
yang lain,dengan menjaga tatanan dan
susunan kosa kata Al-Quran.
Terjemah Harfiyah memiliki dua
bagian:
a) Terjemah Harfiyah bil-misli (حَرْفِيَة بِالمِثْلِ): Menerjemah susunan Al-Quran dengan bahasa
lain, susunan dan kosa katanya menempati pada susunan dan kosa kata Al-Quran.
Dan terjemahan tersebut masih menyimpan nilai-nalai yang dimiliki Al-Quran.
Terjemahan model seperti ini mustahil untuk dilakukan karena tidak
mungkin aturan bahasa yang lain mengikuti aturan bahasa Al-Quran yang cukup
rumit, dan perlu diketahui bahwa setiap bahasa memiliki spesifikasi, dan
aturan main masing-masing. Kalau memang hal tersebut terjadi (terjemah Harfiyah
bil-misli), maka terjemahan Harfiyan bil-misli secara primer adalah
Al-Quran, hanya saja konteks tulisannya berbeda (antara Al-Quran dan bahasa
yang dibuat terjemahan). Dalam terjemahan ini tidak terdapat penjelasan dan
keterangan tambahan, di sini hanya terjadi pemindahan dari satu bahasa ke
bahasa lain.
b) Terjemah Harfiah bi
ghairi-misli(حَرْفِيَة بِغَيْرِ مِثْلِ)
: Menerjemah susunan Al-Quran dengan bahasa lain, dengan meninjau kemampuan
penerjemah dan keluasan bahasa yang dimiliki penerjemah.
Terjemahan model seperti ini mungkin-mungkin saja secara adat, dan
hukumnya boleh, bila obyek sasarannya adalah perkataan manusia, dan tidak
boleh, apabila sasaran obyeknya adalah Kitabullah Al-Qur’an al-Karim, karena
akan merusak dan menggeser makna dari yang seharusnya.
2. Terjemah Tafsiriyah (تَقْسِريَةِ ): Terjemahan yang dilakukan penerjemah(mutarjim) dengan
lebih mengedepankan maksud atau isi kandungan yang terdapat dalam bahasa asal
di terjemahkan. Terjemahan ini tidak terikat dengan susunan dan struktur gaya
bahasa yang diterjemahkan atau biasa disebut dengan penerjemahan bebas[12]
Cara praktek terjemahan semacam ini,
dengan cara memahami Makna yang dikehendaki dari naskah aslinya, kemudian kita
mengungkapkan pemahaman tersebut dengan gaya bahasa terjemah yang kita pakai,
sesuai dengan tujuan dari makna tersebut.
Perbedaan Harfiyah dan Tafsiriyah
Contoh ayat :
[13]
(QS:Al-Isra’[17]:29) “وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ
تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ “.
v Jika diterjemahkan dengan terjemahan
Harfiyah adalah :
“larangan menjadikan tangan terikat pada leher
dan larangan mengenai melebarkan tangan selebar-lebarnya”. Hal tersebut
menyimpang dari makna Al-Qur’an.
v Jika diterjemahkan dengan terjemahan
Tafsiriyah adalah :
“janganlah engkau menahan untuk
bersodakoh (kikir), dan jangan pula terlalu pemurah (royal)”[14].
Perbedaan sangat kelihatan antara terjemahan
Harfiyah yang mustahil dan terjemahan Tafsiriyah yang Ulama sepakat akan
kebolehannya.
Hukum
terjemahan Harfiyah
Jadi
mengenai hukum pembuatan terjemah Harfiyah, baik bil-misli atau ghairi-misli. Ulama sepakat akan keharamannya.
Sebab di sana terdapat penyelewengan tujuan diturunkannya Al-Quran yang primer.
Yakni:
1)
Menunjukkan atas kebenaran Nabi SAW, terhabap apa yang disampaikan Allah
pada Nabi
2)
Dan sebagai petunjuk bagi umat manusia, pada apa yang dilakukan mereka
baik di dunia maupun di akhirat.
Bila terjemah Harfiyah dilakukan maka
kedua fungsi tersebut akan lenyap.
Menurut jumhur ulama terjemah al-qur’an secara
harfiyah adalah hal yang mustahil, karena dalam metode menerjemahkan semacam
ini ada beberapa syarat yang tidak bisa terpenuhi, diantaranya;
a) Harus
ada kesesuaian antara kosa kata bahasa asli dengan bahasa terjemahan
b) Harus
ada kesesuaian antar perangkat-perangkat makna antara bahasa asli dengan bahasa
terjemah.
c) Adanya
kesamaan antara bahasa asli dengan bahasa terjemahan dalam hal susunan kata dan
kalimat, sifat dan idhofah (penyandaran).
Karena terjemah harfiah itu tidak mungkin
dapat mengungkapkan makna secara sempurna dan tidak bisa memberi pengaruh jiwa seperti
pengaruh Al-Qur’an yang berbahasa arab, dan tidak ada hal yang mendesak untuk
menggunakan terjemah secara harfiah, karena sudah cukup dengan terjemah secara
maknawiyah.
Hukum
terjemah Tafsiriyah
Adapun menerjemahkan al-qur’an secara tafsiriah,
maka hal itu diperbolehkan, karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam hal
tersebut. Dan terkadang hal itu justru menjadi wajib ketika menjadi washilah
(perantara) untuk menyampaikan al-qur’an dan islam kepada orang-orang yang
tidak bisa berbahasa arab, karena menyampaikan hal itu adalah wajib, “segala
sesuatu yang tidak akan menjadi sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi
wajib hukumnya”.
Akan tetapi diperbolehkannya terjemah
al-qur’an secara Tafsiriyah dengan beberapa syarat berikut :
a) Tidak
menjadikan terjemahan Tafsiriyah tersebut sebagai pengganti dari al-qur’an. Oleh
karena itu mesti menuliskan al-qur’an dengan bahasa arab, kemudian meletakkan
terjemahan tersebut di sampingnya, sehingga kedudukannya seperti tafsir bagi
ayat al-qur’an.
b) Orang
yang menerjemahkan harus benar-benar menguasai kedua bahasa tersebut dan
mengetahui makna-makna lafadz syar’i dalam al-qur.an
c) Dan
tidaklah diterima terjemah al-qur’an, kecuali dari orang-orang yang dapat
dipercaya untuk melakukannya, yaitu seorang muslim yang istiqomah di dalam
agamanya[15]
E. Sejarah Pertama Kali Penerjemahan Al-Qur’an
Dalam
lintasan sejarah Islam dikatakan bahwa lima tahun setelah Nabi saw menjadi
rasul Allah, ia diperintahkan hijrah ke Ethiopia. Ethiopia adalah sebuah empirium
yang asing bagi kaum muslim, dan bahasa mereka berbeda dengan bahasa orang
Mekah. Berkenaan dengan itu, Raja Najasyi sebagai penguasa Ethiopia meminta
kepada Nabi saw agar mengutus juru bahasa untuk mengajarkan risalahnya dengan
bahasa mereka. Maka diadakanlah suatu pertemuan, dan Ja’far bin Ali Thalib
dalam pertemuan itu, pertemuan dengan raja dan para pembesarnya, dibacakan
beberapa ayat al-Quran dalam surah Maryam setelah itu, Najasyi mengajukan
beberapa pertanyaan. Setelah beliau memperoleh beberapa jawaban, dia lalu
menghadapkan pandangannya kepada orang-orang yang hadir dan berkata “Demi
Allah, sesungguhnya ucapan Muhammad sama sekali tidak bertentangan dengan
ajaran dan aqidah orang-orang Masehi.
Sejarah diatas menjelaskan bahwa terjemahan al-Quran pertama kali dilakukan adalah sejak zaman Nabi saw, ketika ja’far bin Abi Thalib diutus ke Ethiopia, dan orang yang pertama kali menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Ethiopia tersebut. Bahasa Ethiopia dikenal dengan menggunakan bahasa Shindh
Pada masa pemerintahan Akbar Syah, kajian dan telaah al-Quran pun tumbuh subur dan berkembang pesat di Agra dan Lahore. Kemudian Dinasti Buwaih pernah berkuasa antara tahun 945 sampai 1055 M. Di bagian Barat Laut Iran,mengalami kemajuan pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan pada masa inilah muncunya tokoh-tokoh filosof muslim di antaranya al-Farabi (w.950 M)., Ibnu Sina (980-1037 M) dan Ibnu Maskawaih (w. 1030 M), yang semuanya di samping menterjemahkan filsafat dari bahasa Yunani, juga menterjemahkan bahasa al-Quran ke dalam bahasa mereka. Secara singkat digambarkan Sukardi bahwa sejak abad ke-3 sampai 11 Hijriah adalah masa penterjemahan al-Quran dengan keterangan sebagai berikut :
Sejarah diatas menjelaskan bahwa terjemahan al-Quran pertama kali dilakukan adalah sejak zaman Nabi saw, ketika ja’far bin Abi Thalib diutus ke Ethiopia, dan orang yang pertama kali menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Ethiopia tersebut. Bahasa Ethiopia dikenal dengan menggunakan bahasa Shindh
Pada masa pemerintahan Akbar Syah, kajian dan telaah al-Quran pun tumbuh subur dan berkembang pesat di Agra dan Lahore. Kemudian Dinasti Buwaih pernah berkuasa antara tahun 945 sampai 1055 M. Di bagian Barat Laut Iran,mengalami kemajuan pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan pada masa inilah muncunya tokoh-tokoh filosof muslim di antaranya al-Farabi (w.950 M)., Ibnu Sina (980-1037 M) dan Ibnu Maskawaih (w. 1030 M), yang semuanya di samping menterjemahkan filsafat dari bahasa Yunani, juga menterjemahkan bahasa al-Quran ke dalam bahasa mereka. Secara singkat digambarkan Sukardi bahwa sejak abad ke-3 sampai 11 Hijriah adalah masa penterjemahan al-Quran dengan keterangan sebagai berikut :
- Penyampaian kandungan isi al-Quran kepada seluruh kaum muslim dalam bahasa Persia dan bahasa Arab.
- Penafsiran al-Quran dengan metodologi ilmiah yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan keyakinan masyarakat awam.
- Pembahasan tentang bacaan, sharf, nahwu, dan keterangan ihwal hubungan antara berbagai ayatdan surah al-Quran.
- Metodologi khas yang ditempuh ialah pemakaian bahasa Arab dan Persia, dan bahasa Persia lebih banyak digunakan ketimbang bahasa Arab.
Ada
juga yang mengatakan bahwa Salman Alfarisi. Ia sebagai orang pertama kali
berhasil menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa asing. Menurut Afnan Fatani dalam
"Translation and the Qur'an". Upaya menerjemahkan ayat-ayat Alquran
boleh dibilang pertama kali dilakukan pada era Rasulullah SAW. Suatu hari, Nabi
Muhammad pernah berkirim surat kepada dua penguasa, yakni Kaisar Negus dari
Abysssinia dan Kaisar Heraclius dari Bizantium.‘’Dalam surat itu, Rasulullah
mencantumkan ayat-ayat dari Alquran.”
Dalam sebuah sarasehan ilmiah bertajuk ‘’Melacak Sejarah Penerjemahan Alquran’’ yang diselenggarakan Universitas Islam Madinah Al Munawwarah akhir 2007 lalu, terungkap bahwa pertama kali penerjemahan surah Alquran dilakukan ke dalam bahasa Persia. Guru Besar Sastra Arab Universitas Islam Madinah Al Munawwarah, Syekh Tamir Salum, mengungkapkan, berdasarkan data sejarah disebutkan ia menerjemahkan surat Al-Fatihah secara lisan ke dalam bahasa Persia atas permintaan orang-orang Muslim di Persia. Namun terjemahan Al-Farisi ini belum mencakup keseluruhan surah dalam Alquran, hanya surah Al-Fatihah.[16]
Dalam sebuah sarasehan ilmiah bertajuk ‘’Melacak Sejarah Penerjemahan Alquran’’ yang diselenggarakan Universitas Islam Madinah Al Munawwarah akhir 2007 lalu, terungkap bahwa pertama kali penerjemahan surah Alquran dilakukan ke dalam bahasa Persia. Guru Besar Sastra Arab Universitas Islam Madinah Al Munawwarah, Syekh Tamir Salum, mengungkapkan, berdasarkan data sejarah disebutkan ia menerjemahkan surat Al-Fatihah secara lisan ke dalam bahasa Persia atas permintaan orang-orang Muslim di Persia. Namun terjemahan Al-Farisi ini belum mencakup keseluruhan surah dalam Alquran, hanya surah Al-Fatihah.[16]
Ayat-ayat Yang Memperkuat
Bolehnya Penterjemahan Al-Qur’an
(وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (القمر:
17
Artinya: ‘’Dan
sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang
mengambil pelajaran.’’( QS Al-Qomar:17) [17]
ذَلِكَ
الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (البقرة:2 )
Artinya : ‘’Kitab Alquran ini tak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang beriman.’’(QS Al-Baqarah : 2)[18]
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (الحجر : 9)
Artinya :‘’Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Alquran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.’’ (QS Al-Hijr : 9)[19]
أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (محمد : 24
Artinya
: “ Maka tidaklah mereka menghayati
Al-Qur’an, ataukah hati mereka sudah terkunci ?”(QS Muhammad : 24 )[20]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1 . Sejarah Pembukuan aL-Quran Pada Masa Modern
Pembukuan Al-Qur’an dilakukan secara tersusun
berdasarkan Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari Utsman bin Affan
bahwa apabila diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil sekretaris untuk
menuliskannya, kemudian bersabda “letakkanlah ayat ini dalam surat yang
menyebutkan begini atau begitu”. Pembukuan Al-Qur’an tersebut tidak
disusun berdasarkan kronologis turunnya wahyu. Usaha awal yang dilakukannya
adalah mengumpulkan para sahabat yang alim dan jenius serta mereka
yang terkenal pandai memadamkan dan meredakan persengketaan itu. Mereka sepakat
menerima instruksi ‘Utsman, yakni membuat Mushaf yang banyak,
lalu membagi-bagikannya ke setiap pelosok dan kota.
. Mengenai sistematika surat dalam Al-Qur’an,
apakah taqifi atau taufiqi menjadi perdebatan sejak dahulu dan perdebatan
tersebut belum berakhir pada saat ini.
-
Pendapat yang pertama, bahwa Al-Qur’an adalah
hasil tauqif Nabi artinya susunan atau ututan surat didapat melalui ajaran
beliau
-
Pendapat yang kedua
yaitu pandangan yang mengatakan bahwa urutan surat Al-Qur’an adalah berdasarkan
Ijtihad sahabat.
Dapatlah
dipahami bahwa penulisan teks-teks Alquran pada masa Utsman merupakan masa
pembentukan naskah resmi, yang dimaksudkan untuk meredam berbagai kevariasian
dalam pembacaannya. Berkat usaha Utsman inilah, Alquran yang terwariskan sampai
saat ini biasa pula disebut dengan Mushaf Utsmani.
2. Pengertian Terjemahan Secara Umum dan Khusus
Terjemah secara
umum merupakan salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari
suatu bahasa ke bahasa lain.
Terjemah secara khusus merupakan mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain.
Terjemah secara khusus merupakan mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain.
3. Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an
1. Memberi pengetahuan kepada manusia
tentang ayat-ayat al-qur’an.
2. Membantu manusia dalam memahami
makna Al-qur’an.
3. Menyelamatkan hati manusia.
4. Menegakkan logika akal sehat,
pencerahan berpikir.
4. Macam-macam Penerjemahan Al-Qur’an
1. Terjemah Harfiyah(حَرْفيَة (:
Memindah perkataan atau ungkapan
dari satu bahasa ke bahasa yang lain,dengan menjaga tatanan dan susunan kosa kata
Al-Quran.
2. Terjemah Tafsiriyah (تَقْسِريَةِ
): Menerangkan
sebuah kalimat dan menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa
mempertahankan susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan
semua Makna yang terkandung dan dikehendaki dari naskah aslinya.
5. Sejarah Pertama Kali Penerjemahan Al-Qur’an
Dalam lintasan sejarah Islam dikatakan
bahwa lima tahun setelah Nabi saw menjadi rasul Allah, ia diperintahkan hijrah
ke Ethiopia. Ethiopia adalah sebuah empirium yang asing bagi kaum muslim, dan
bahasa mereka berbeda dengan bahasa orang Mekah. Berkenaan dengan itu, Raja
Najasyi sebagai
penguasa Ethiopia
meminta kepada Nabi saw agar mengutus juru bahasa untuk mengajarkan risalahnya
dengan bahasa mereka. Maka diadakanlah suatu pertemuan, dan Ja’far bin Ali
Thalib dalam pertemuan itu, pertemuan dengan raja dan para pembesarnya,
dibacakan beberapa ayat al-Quran dalam surah Maryam setelah itu, Najasyi
mengajukan beberapa pertanyaan. Setelah beliau memperoleh beberapa jawaban, dia
lalu menghadapkan pandangannya kepada orang-orang yang hadir dan berkata “Demi
Allah, sesungguhnya ucapan Muhammad sama sekali tidak bertentangan dengan
ajaran dan aqidah orang-orangMasehi.
Ada juga yang mengatakan Salah satu Sahabat Rasulullah SAW yaitu Salman Al-farisi merupakan orang yang pertama kali menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa lain. Dalam sejarah disebutkan ia menerjemahkan surat Al-Fatihah secara lisan ke dalam bahasa Persia atas permintaan orang-orang Muslim di Persia. Namun terjemahan Al-Farisi ini belum mencakup keseluruhan surah dalam Alquran, hanya surah Al-Fatihah.
Ada juga yang mengatakan Salah satu Sahabat Rasulullah SAW yaitu Salman Al-farisi merupakan orang yang pertama kali menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa lain. Dalam sejarah disebutkan ia menerjemahkan surat Al-Fatihah secara lisan ke dalam bahasa Persia atas permintaan orang-orang Muslim di Persia. Namun terjemahan Al-Farisi ini belum mencakup keseluruhan surah dalam Alquran, hanya surah Al-Fatihah.
Ø Ayat-ayat
Yang Memperkuat Bolehnya Penterjemahan
Al-Qur’an
(وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (القمر:
17
Artinya: ‘’Dan
sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran.’’( QS Al-Qomar:17)
ذَلِكَ
الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (البقرة:2 )
Artinya : ‘’Kitab Alquran ini tak
ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang beriman.’’(QS Al-Baqarah : 2)
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qaththan, Manna.’ Mabahits Fiy ‘Ulum al-Qur’an. Beirut:
Mansyurat al-‘Asr al-Hadits, t.th.
Al-Qaththan, Manna’.2012. Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka Al-Kautsar.
Amal ,Taufik Adnan. 2001.Rekonstruksi
Sejarah Al-Qur’an, Cet. I; Penerbit Forum Kajian Budaya dan Agama, Yogyakarta.
Amin Suma, Muhammad.
2000. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an (1), Jakarta: pustaka firdaus.
Anwar, Rosihon.2008.Ulumul
Qur’an ,Bandung:Pustaka Setia.
Departemen Agama
RI.2012. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya:Fajar mulya.
Guesdur, Desakralasi
dalam Terjemahan Al-Qur’an, dalam http://guesdur.wordpress.com/2012/05/04/desakralisasi-dalam-terjemahan-al-quran/ ,
diakses pada tanggal 1 oktober 2014, pukul 07.30 Wib.
Nzawix.heck.in, perintis
penerjemahan al-quran, dalam http://nzawix.heck.in/tokoh-perintis-penerjemahan-al-quran.xhtml
diakses pada tanggal 2 Nopember 2014,pukul 10.30 wib
Kangsakha, Terjemahan
Al-Qur’an, dalam http://kangsakha.blogspot.com/2011/04/terjemah-al-quran.html,diakses
pada tanggal 3 Oktober 2014, pukul 80.00 Wib
Khalid ,M. Rusdi. 2011. Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet
I; Alauddin Universiti Press, Makassar.
Umar,Nasaruddin. 2008. Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna
tersembunyi Al-Qur’an), Jakarta, Al-Gazali Centre.
Sholih al-utsaimin,Muhammad bin.1432. ushul
fi tafsir Daru ibnu jauzy.
Zulkarnain,Tarjamah
Makna Al-Qur’an Antara Tarjamah Harfiyah dan Tarjamah Tafsiriyah, dalam http://tarjamahtafsiriyah.com/article/read/33/Tarjamah-Makna-Al-Quran-Antara-Tarjamah-Harfiyah-dan-Tarjamah-Tafsiriyah, diakses pada
tanggal 7 Oktober 2014, pukul 06.42 Wib
[8]Kangsakha, Terjemahan
Al-Qur’an, dalam http://kangsakha.blogspot.com/2011/04/terjemah-al-quran.html,diakses pada
tanggal 3 Oktober 2014, pukul 80.00 Wib.
11Zulkarnain,Tarjamah
Makna Al-Qur’an Antara Tarjamah Harfiyah dan Tarjamah Tafsiriyah, dalam http://tarjamahtafsiriyah.com/article/read/33/Tarjamah-Makna-Al-Quran-Antara-Tarjamah-Harfiyah-dan-Tarjamah-Tafsiriyah, diakses pada
tanggal 7 Oktober 2014, pukul 06.42 Wib.
[14]Guesdur, Desakralasi
dalam Terjemahan Al-Qur’an, dalam http://guesdur.wordpress.com/2012/05/04/desakralisasi-dalam-terjemahan-al-quran/ , diakses pada
tanggal 1 oktober 2014, pukul 07.30 Wib
[16]Nzawix.heck.in,
perintis penerjemahan al-quran, dalam http://nzawix.heck.in/tokoh-perintis-penerjemahan-al-quran.xhtml
diakses pada tanggal 2 Nopember 2014,pukul 10.30 wib.
Post a Comment