ilustrasi |
Pada tulisan ini akan membahas Fiqhul Muamalah, pembahasan diambil dari kitab Al Fiqhul Muyassar Fie Dhau’ Al Kitab wa As Sunnah, hal: 234, terkait dengan sewa menyewa.
Masalah pertama: Pengertian dan dalil-dalil disyariatkannya sewa menyewa
- A. Makna Ijarah (sewa menyewa) dan pengertiannya
Secara bahasa yaitu pecahan kata dari “al ajr” (balasan, pahala, imbalan, kompensasi) yang disebut dengan penggantian, oleh karenanya ats Tsawab (balasan) dinamakan juga dengan pahala.
Secara syar’i yaitu sebuah akad (transaksi) terhadap suatu yang bermanfaat yang diperbolehkan secara syara’, waktunya diketahui dengan jelas, bendanya dapat diketahui atau disifati secara jelas dan untuk pekerjaan tertentu yang diketahui imbalannya. Dari sini dapat diketahui bahwa Ijarah ada dalam 2 bentuk, yaitu; bentuk jasa dan bentuk barang.
Contoh dalam bentuk jasa misalnya; “saya bayar kamu sebagai imbalan dari mengerjakan accounting keuangan ini”, atau “saya bayar kamu untuk menjadi guide penunjuk jalan selama 2 hari di Jakarta”, bentuk kerjanya adalah untuk menunjukkan jalan ke Monas, Istiqlal, Ragunan, Ancol dan sebagainya. Yang tidak kalah pentingnya imbalannya pun harus dijelaskan di muka. Jadi ada 3 hal harus jelas, yaitu; waktu, jenis pekerjaan dan upahnya.
B. Dalil disyare’atkannya Ijarah
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya….” (QS. At Thalaq: 6)
Dan firman Allah subhanahu wa Ta’ala tentang anaknya Nabi Syu’aib ‘alaihissalam, ketika Nabi Musa ‘alaihissalam menolong untuk mengambilkan air,
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “wahai Ayahku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al Qashash: 26)
Dan telah tetap bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakar as shiddiq radhiallahu ‘anhu, menyewa seorang laki-laki ketika berhijrah dari Bani Dail sebagai penunjuk jalan yang menguasai jalan-jalan kecil yang tersembunyi di padang pasir”. (HR. Bukhari)
Bahkan sebuah ancaman datang kepada orang yang tidak memenuhi gaji atau upah seseorang.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: tiga macam orang yang Aku akan menjadi musuhnya pada hari kiamat….., (lalu menyebutkan salah satu diantara mereka yaitu); seorang yang memperkerjakan seseorang dan ia telah menyempurnakan pekerjaannya akan tetapi dia tidak memberikan upahnya”. (HR. Bukhari, nomer: 2227)
Dan dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: berikanlah upah orang yang kamu kerjakan sebelum keringatnya mengering”. (HR. Ibnu Majah, nomer: 2443, dan dishahihkan oleh syaikh al Albani)
Masalah kedua: syarat-syaratnya
- Tidak sah bertransaksi kecuali pada barang yang boleh diperjual belikan, dan dilakukan oleh orang yang berakal, baligh, merdeka dan cerdas.
- Manfaatnya diketahui dengan nyata, karena manfaat itulah yang diakadkan. Oleh karena itu disyaratkan mengetahui manfaatnya sebagaimana dalam jual beli.
- Hendaknya upahnya diketahui, karena upah adalah ganti dari akad yang dipertukarkan, maka upah wajib diketahui. Semahal-mahalnya jual beli tetap mengharuskan untuk mengetahui harganya.
- Hendaknya manfaatnya dalam hal yang diperbolehkan. Maka tidak sah menyewa orang untuk berzina, bernyanyi, dan jual beli alat-alat yang melalaikan.
- Hendaknya manfaatnya bisa dimanfaatkan secara sempurna. Maka tidak sah menyewa sesuatu yang menghalangi untuk dimanfaatkan secara sempurna, seperti menyewa orang buta untuk menjaga sesuatu yang membutuhkan penglihatan.
- Manfaat itu benar-benar milik orang yang disewa atau dia diijinkan oleh pemiliknya, karena sewa menyewa adalah jual beli manfaat, maka disyaratkan kepemilikan sebagaimana dalam jual beli.
- Hendaknya waktunya diketahui, tidak sah sewa menyewa dalam waktu yang tidak diketahui karena akan menimbulkan pertengkaran.
Masalah ketiga: Hukum-hukum yang terkait dengan sewa menyewa
Akad sewa menyewa berkaitan dengan hukum-hukum berikut ini:
- Tidak boleh sewa menyewa dalam hal-hal yang berkaitan dengan amal yang mendekatkan kepada Allah Ta’ala dan amal ibadah, seperti adzan, haji, berfatwa, hakim, imam masjid dan mengajarkan alquran, karena semua itu adalah amalan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, tapi diperbolehkan bagi yang berwenang untuk memberikan upah kepada mereka yang diambil dari Baitul Mal Muslimin.
- Bagi yang menyewakan hendaknya segera memberikan barang kepada penyewa sehingga memungkinkan untuk segera dimanfaatkan, dan kewajiban orang yang menyewa adalah menjaga barang yang disewa dan membayar harga sewa ketika selesai waktunya.
- Tidak boleh membatalkan akad sewa menyewa dari salah satu pihak kecuali jika pihak lain juga ridha, atau jika salah satu dari kedua pihak meninggal sedang barang sewanya masih maka akadnya tidak batal, sehingga ahli warisnya lah yang akan menggantikan posisinya.
- Akad sewa menyewa ini batal ketika barang yang disewakan rusak atau manfaatnya terputus, seperti hewan sewaan yang mati atau rumah sewaan yang hancur.
Wallahu Ta’ala a’lam
Post a Comment